Duo Sindoro di Pusaran Tiga Kasus Suap Lippo Group

Abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menahan Sindoro bersaudara, Eddy Sindoro dan Billy Sindoro. Kakak beradik bekas petinggi Lippo Group ini berurusan dengan komisi antirasuah untuk dua perkara berbeda.

Eddy ditahan KPK per Jumat pekan lalu, 12 Oktober 2018, setelah menyerahkan diri dari pelariannya selama dua tahun. Sedangkan Billy menjadi tersangka sejak Selasa, 16 Oktober 2018 pasca ditangkap sehari sebelumnya di rumahnya.

Namun, bukan kali ini saja bekas petinggi grup perusahaan milik Mochtar Riady ini berurusan dengan KPK. Sepuluh tahun lalu, Billy Sindoro juga menjadi tersangka kasus suap terhadap anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang juga ditangani komisi antikorupsi.

Berikut tiga kasus yang pernah menjerat eks petinggi Lippo Group yang melibatkan Sindoro bersaudara itu.

1. Kasus suap anggota KPPU oleh Billy Sindoro
Pada 2009, Billy Sindoro selaku eksekutif Lippo Group dinyatakan terbukti menyuap anggota KPPU, M Iqbal, sebesar Rp 500 juta agar memasukkan klausul injunction dalam putusan KPPU terkait hak siar Barclays Premiere League.

Perkara itu sendiri bermula sejak medio 2008. KPPU ketika itu tengah memeriksa laporan PT Indonusa Telemedia, PT Indosat Mega Media, dan PT Media Nusantara Citra Sky Vision dalam perkara dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Direct Vision (anak usaha Lippo Group), Astro All Asia Networks, Plc, ESPN Star Sports, dan All Asia Multimedia Networks.

Pada saat bersamaan, hubungan bisnis antara Astro All Asia Networks (AAMN) memburuk. AAMN pun berniat mengalihkan hak siar Barclays Premiere League dari PT Direct Vision ke Aora TV. Billy pun meminta agar M. Iqbal memasukkan klausul injunction yang memerintahkan AAMN untuk tidak memutuskan hubungan kerja sama dengan PT Direct Vision sebelum ada penyelesaian di antara kedua perusahaan.

Atas golnya permintaan itu, Billy memberikan hadiah uang sebesar Rp 500 juta untuk M. Iqbal. KPK kemudian memperkarakan Billy terkait kasus suap tersebut. Pada Februari 2009, pengadilan memutus Billy bersalah dan memvonisnya 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

2. Suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh Eddy Sindoro
Keterlibatan Eddy dalam kasus suap ini terungkap setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada April 2016. Edy ditangkap di Hotel Accacia, Jakarta, pada 20 April 2016. Desember 2016, Edy dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp 150 juta dan US$ 50 ribu terkait pengurusan tiga perkara yang melibatkan perusahaan-perusahaan di bawah Lippo Group.

Komisi antikorupsi sebenarnya telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) terhadap Eddy Sindoro sejak November 2016, dengan dugaan Eddy merupakan pihak yang berinisiatif menyuap Edy Nasution. Namun, Eddy ternyata sudah kabur ke luar negeri sejak April 2016.

Pada 29 Agustus 2018, Eddy dideportasi dari Malaysia ke Indonesia. Sempat menginjakkan kaki di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Eddy berhasil kabur lagi ke luar negeri. KPK pun menduga ada pihak yang membantu Eddy melarikan diri.

Pihak yang diduga membantu Eddy melarikan diri ialah pengacara Lucas dan pegawai swasta bernama Dina Soraya. Pada 18 September 2018, keduanya dicegah bepergian ke luar negeri. KPK memeriksa keduanya yang diduga mengetahui informasi keberadaan Eddy Sindoro.

Lucas resmi menjadi tersangka dugaan menghalangi penyidikan (obstruction of justice) terhadap Eddy Sindoro pada 1 Oktober 2018 dan ditahan sehari kemudian. Lucas membantah terlibat. Pada 12 Oktober, Eddy Sindoro menyerahkan diri ke komisi antikorupsi. Dia langsung menjalani pemeriksaan dan ditahan.

3. Kasus suap perizinan proyek Meikarta oleh Billy Sindoro
Sepuluh tahun berselang sejak kasus pertamanya, Billy Sindoro kembali berurusan dengan komisi antirasuah. Kali ini, Billy menjadi tersangka dalam perkara dugaan suap perizinan proyek Meikarta.

Billy diduga menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat dinas di pemerintahan Kabupaten Bekasi terkait pengurusan megaproyek properti tersebut. KPK menduga total komitmen fee kasus ini senilai Rp 13 miliar.

Selain Billy, KPK juga menetapkan pegawai Lippo Group Henry Jasmen dan dua konsultan perusahaan, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama. Mereka diduga bersama-sama menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan anak buahnya.

Neneng juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Sejumlah tersangka lainnya ialah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Bekasi Jamaluddin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M. Nohor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.

Sumber: Tempo

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker