Inilah Tanggapan Yusril Atas Surat Terbuka Adik Ahok

Abadikini.com, JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menanggapi surat terbuka Harry Basuki Tjahaja Purnama, adik bungsu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Yusril pertanyakan salah dan kelirunya dimana ketika ia berpidato di Medan dalam acara Kongres Umat Islam Sumatera Utara, Sabtu (31/3/2018) lalu.

“Saya menyimak surat terbuka Adik Ahok di berbagai media online dan meminta saya agar mohon maaf karena menyinggung kewarganegaraan ayah mereka. Kalau sekiranya saya salah dan keliru, tentu saya dengan segala kerendahan hati saya akan memohon maaf. Namun yang menjadi pertanyaan saya: adalah yang salah dan keliru dalam pidato saya di Medan itu?,” kata Yusril lewat rilisnya yang di terima redaksi abadikini.com, Selasa (3/4/2018)

Pasalnya kata Yusril, Ceramahnya di Medan itu berkaitan dengan draf penyusunan UUD 45 terkait syari’at Islam dan syarat menjadi Presiden yang semula disepakati yakni “orang Indonesia asli dan beragama Islam”. Yusril juga menjelaskan, kesepakatan tentang syariat Islam dihapuskan setelah melalui pembahasan, dan syarat presiden harus “beragama Islam” ini kemudian entah bagaimana ceritanya turut hilang dengan disahkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Yang tersisa adalah “orang Indonesia asli”.

“Namun syarat “orang Indonesia asli” akhirnya hilang juga dengan amandemem UUD 45 pada tahun 2003. Rumusan Pasal 6 ayat (1) UUD 45 yang baru menyatakan bahwa Presiden adalah warganegara sejak kelahirannya dan tidak pernah memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.,” ujarnya.

Dalam konteks di atas itu, kata Yusril, dirinya memberi contoh tentang Ahok, yang menurut UUD 45 tidak bisa menjadi Presiden karena tidak memenuhi syarat sebab tidak terlahir sebagai warganegara Indonesia.

Tokoh nasional berasal dari Bangka Belitung menuturkan, Mengapa Ahok tidak terlahir sebagai WNI? Jawabannya sederhana karena ayah Ahok, Tjung Kim Nam adalah warganegara Tiongkok. Sebelumnya beliau mempunyai dwi kewarganegaraan.

“Sesuai UU No 62/1958 entang Kewarganegaraan RI, status dwi kewarganegaraan harus diakhiri dengan cara memilih salah satu: jadi WNI atau jadi WN RRT. Kesepakatan pengakhiran status dwi kewarganegaraan itu dicapai dan dirumuskan dalam “Persetujuan Soenario-Tjou En Lai”, antara Menlu RI dan Menlu RRT. Maka orang Cina di Indonesia pada tahun 1962 disuruh memilih. Ayah Ahok Tjung Kim Nam memilih warganegara RRT. Ahok lahir 1966, maka Ahok otomatis ikut warganegara ayahnya, RRT,” tutur Yusril.

“Ketika ayah Ahok dinaturalisasi, maka Ahok otomatis menjadi WNI ketika itu dia berusia 20 tahun di tahun 1986. Nama Ahok ada dalam SKBRI Tjung Kim Nam yang telah dinaturalisasi tahun 1986 itu,” tambah Yusril menuturkan.

Jadi kata Yusril, Ia mencontohkan Ahok karena Ahok pernah mengatkan ke publik nahwa dirnya berkeinginan untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.

“Jadi ketika saya mencontohkan Ahok dalam kasus di atas, mau tidak mau saya harus menjelaskannya secara kronologis, sehingga menyebut nama ayah mereka mendiang Tjung Kim Nam tidak dapat dihindari. Hal ini semata2 saya kemukakan sebagai contoh karena Ahok pernah menyatakan kepada publik, keinginannya untuk menjadi Presiden RI. Dengan penjelasan kronologis itu, Ahok praktis tidak memenuhi syarat menjadi Presiden RI sebagaimana diatur Pasal 6 ayat (1) UUD 45,” pungkas Yusril.

Editor Gumilang Hidayat

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker