Guatemala Tegaskan Pemindahan Kedutaan ke Yerusalem sebagai Bagian dari Kedaulatan dan Kebijakan Luar Negeri

abadikini.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Guatemala Sandra Jovel membela keputusan Presiden Jimmy Morales untuk memindahkan kedutaannya di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem. Langkah yang mengikuti keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel itu diambil setelah pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (24/12/2017).

“Ini adalah kebijakan luar negeri dan keputusan Guatemala yang berdaulat,” kata Jovel dalam konferensi pers seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (27/12/2017).

“Kami terbuka untuk berdialog dengan negara-negara, tapi saya yakin hal ini tidak akan menciptakan masalah dengan negara lain,” kata dia menambahkan.

Morales mengumumkan pemindahan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem, meski Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pekan lalu mengecam langkah sepihak Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.  Guatemala adalah salah satu dari sembilan negara yang memberikan suara menolak dalam Sidang Darurat Khusus soal resolusi itu, Kamis (21/12/2017) lalu.

Pernyataan Morales menjadikan Guatemala sebagai negara pertama yang mengikuti langkah Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Selain Guatemala, Honduras juga menyatakan bakal menyusul. Juga Togo, Paraguay, Rumania, dan Slovakia. Netanyahu mengklaim sekitar 10 negara bakal memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Sejak menang dalam Perang Enam Hari pada 1967, Israel mengklaim sepihak Yerusalem sebagai ibu kotanya. Langkah itu merupakan pelanggaran hukum internasional yang menyatakan kota suci tiga agama, Islam, Kristen dan Yahudi itu sebagai wilayah internasional sebelum statusnya diputuskan lewat negosiasi perdamaian Israel-Palestina.

Sebelum dinyatakan terlarang lewat Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 478 tahun 1980, Guatemala telah memiliki kedutaan di Yerusalem. Namun dengan keputusan DK PBB tersebut, kedutaan akhirnya dipindahkan ke Tel Aviv sejak itu.

“Apa yang kami lakukan adalah mengembalikan kedutaan kami dari Tel Aviv ke Yerusalem, seperti yang kami miliki selama bertahun-tahun,” kata Jovel.

Namun dia tidak dapat memastikan kapan Guatemala akan dipindahkan ke Yerusalem. “Saya tidak bisa memperkirakan, tapi bukan besok,” kata dia.

Jovel juga menepis kemungkinan konsekuensi ekonomi dari negara-negara Arab atas keputusan Guatemala, seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

Mantan Presiden Guatemala, Ramiro de Leon Carpio yang berkuasa pada 1993-1996, pernah akan memindahkan kedutaannya kembali ke Yerusalem. Namun keputusan itu batal setelah negara-negara muslim menutup pasarnya bagi produk-produk Guatemala.

Guatemala saat ini lebih bergantung pada Amerika Serikat, yang memberi bantuan Us$750 juta, juga bagi tetangganya El Salvador dan Honduras, guna memberantas kejahatan serta mengentaskan kemiskinan yang memicu migrasi rakyat negeri itu ke Amerika Serikat.

Dalih Guatemala yang menyatakan pemindahan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem sebagai hak berdaulat, menurut Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Damos Domuli Agusman adalah absurd. “Kedaulatan negara berhenti pada saat beririsan dengan hukum internasional,” kata Damos lewat akun Twitternya, Rabu (27/12/2017).

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker