Pengamat Hukum: KPK Harus Segera Lakukan Pemberkasan, Agar Praperadilan Setnov Gugur

abadikini.com, JAKARTA – Setya Novanto kembali mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atas status tersangka yang disandangnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan Setnov tersangka kedua kalinya dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan praperadilan Setnov yang kedua bisa gugur. Ketentuan ini sesuai dalam pasal 82 ayat (1) huruf d kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).

“KPK harus segera melakukan pemberkasan, karena ke depannya ada praperadilan,” kata Abdul dalam diskusi bertajuk ‘Dramaturgi Setya Novanto’ di Cikini, Jakarta pusat, Sabtu (18/11/2017).

Ketentuan pasal itu ternyata sudah diuji mantan Bupati Morotai Rusli Sibua ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan dikabulkan sebagian. Putusan bernomor 102/PUU-XIII/2015 dibacakan Ketua Majelis MK Arief Hidayat, pada 9 November 2016 lalu.

Dikutip dari www.mahkamahkonstitusi.go.id, Rabu (22/11/2017), untuk menghindari perbedaan penafsiran dan implementasi, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan, perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa/pemohon praperadilan. Bagi Mahkamah, penegasan ini sebenarnya sesuai hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.

Atas dasar itu, Mahkamah berpendapat norma Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang berbunyi, “dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur” adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “perkara sudah mulai diperiksa” tidak diartikan telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan dimaksud.

Demi terciptanya kepastian hukum, Mahkamah memberikan penafsiran yang menegaskan mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo, yaitu ‘permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan’.

“Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘suatu perkara sudah mulai diperiksa’ tidak dimaknai ‘permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan’,” ujar Arief.

Soal pemberkasan kasus Setnov pernah diungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Sebelum Setnov menghilang pada Rabu (15/11/2017) malam, KPK sedang mempercepat penanganan perkara.

“Saya tanyakan ke direktur penuntutan, ‘sudah 70 persen, Pak,’ katanya,” ujar Alexander di Gedung KPK Jakarta, Rabu (15/11/2017) siang.

Dalam kasus Setnov, menurut Alex, pemeriksaan seorang tersangka memang sebaiknya dilakukan di akhir penyidikan. Dengan demikian, pemeriksaan tersangka dapat segera dilanjutkan dengan tindakan penahanan. Setelah itu, penyidik dapat melimpahkan berkas penyidikan dan tersangka ke tahap penuntutan.

Seperti diketahui, Setnov mendaftarkan praperadilan kedua dengan nomor registrasi 133/Pid.Pra/2017/PN JKT.SEL. Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Kusno telah ditunjuk sebagai hakim tunggal praperadilan. Sidang pertama akan dilaksanakan pada hari Kamis 30 November 2017.

Pada praperadilan pertama, hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar mengabulkan permohonan Setnov. Dengan putusan itu status tersangka ketua umum Partai Golkar itu pun gugur. (selly.ak/merdeka)

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker