Kejaksaan Agung Jadwalkan Pemeriksaan Untuk Hary Tanoesoedibjo

abadikini.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung menjadwalkan pemeriksaan untuk mantan Komisaris PT Mobile 8, Hary Tanoesoedibjo sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam penerimaan kelebihan bayar atas pembayaran pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) tahun anggaran 2007-2009.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan belasan pertanyaan untuk Hary.

“Ada keterangan saksi yang perlu diklarifikasi lagi ke Pak Hary Tanoe. Adalah, bisa 10 sampai 15 (pertanyaan),” ujar Arminsyah, Kamis (10/3/2016).

Arminsyah mengatakan, Hary akan diperiksa tak hanya dalam kapasitasnya sebagai komisaris.

Berdasarkan keterangan saksi sebelumnya, ada yang menyebutkan peran lain Hary dalam kasus ini.

Namun, ia enggan menjelaskan detailnya.

Hary Tanoe, yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada hari ini, tidak hadir. Kuasa hukum Hary, Hotman Paris Hutapea, mengatakan, kliennya tengah berada di luar kota.

Dalam perkara ini, Kejagung meyakini bahwa ada kerugian negara mencapai Rp 10 miliar.

Menurut Arminsyah, dokumen yang melampirkan permintaan restitusi pajak itu merupakan dokumen bodong. Tidak ada transaksi jual beli antara PT Mobile 8 dengan PT Djaya Nusantara Komunikasi.

“Yang bilang bodong Direktur PT DNK-nya sendiri. Tidak ada Pak, transaksi itu dan uangnya tuh sengaja dikirim terus dikirim balik, rekayasa banget,” kata Arminsyah.

Hingga kini, Kejagung belum menetapkan tersangka dalam perkara ini.

Kasus dugaan korupsi PT Mobile 8 bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.

Pada periode 2007-2009 yang lalu, PT Mobile 8 melakukan pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.

PT Djaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan.

Ternyata, PT Djaya Nusantara Komunikasi tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.

Akhirnya, transaksi pun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.

Pada Desember 2007, PT Mobile 8 mentransfer uang kepada PT Djaya Nusantara Komunikasi sebanyak dua kali dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.

Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar.

Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan, yang kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.

PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar.
Padahal, perusahaan itu tidak berhak atau tidak sah menerima restitusi karena tidak ada transaksi.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar. (andi.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker