Yusril, Diskriminasi Adalah Peninggalan Kolonial Belanda

abadikini.cm, JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Bulan Bintang (PBB) bekerjasama dengan Yayasan Rumah Peneleh mengadakan diskusi, Refleksi Perjalanan Politik Kaum Muslimin di Indonesia dengan tema Reevaluasi, Resolusi dan Revivalisasi, di Markas Besar PBB, Jalan Pasar Minggu Raya, Jakarta, Sabtu, (8/1/2016).

Sebagai pembicara utama, Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra memaparkan sejarah bangsa Indonesia di zaman kolonial Belanda. Yusril mengatakan bahwa, “ Pada tahun 1870 Belanda berhasil membuat Undang-Undang Dasar Hindia Belanda atau pertauran dasar Hinda Belanda, yang pada pasal 131 UUD itu Belanda membagi penduduk Hindia Belanda menjadi 3 gologan yaitu, golongan Eropa, Golongan Timur Asing (Cina) dan golongan Inlander (pribumi Islam).”  katanya dalam diskusi tersebut.

Menurut Yusril hal ini menggambarkan diskriminasi dan ketidakadilan.

Dalam paparanya, Yusril juga mengatakan bahwa, “ Di awal kemerdekaan, masih dalam jajahan Jepang, ketika kita ingin membuat Undang-Undang Dasar kita sendiri, terjadi banyak perdebatan. Perdebatan yang paling menonjol adalah soal siapa calon presiden. Dibuatlah draft bahwa Presiden adalah orang Indonesia Asli, ada protes dari yang mewakili golongan Islam, mereka mengusulkan Presiden adalah orang Indonesia Asli dan beragama Islam, dan disepakati, hal ini juga menunjukan diskriminasi yang luar biasa,” katanya dalam diskusi tersebut.

Wakil Ketua Umum PBB, Prof. DR. Mashuhulhaq yang membuka forum ini mengatakan bahwa umat Islam Indonesia perlu untuk merefleksikan diri dalam peta politik nasional, yang mana peran partai Islam trennya menurun terus.

“Oleh karena itu kita perlu mengevaluasi, dan mencari solusi kedepannya,” katanya.

Ketua Yayasan Rumah Peneleh, Said Dedi Mulawarman menjadi salah satu pembicara dalam forum diskusi itu memaparkan secara historis perjalanan politik Islam di Indonesia. Perjalanan politik Islam mulai dari hadirnya Sarikat Dagang Islam, keberadaan Masyumi, masa Orde Baru yang tergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), hingga dalam keadaan partai Islam di masa reformasi.

“Namun pada kenyatannya, partai Islam ideologis saat ini jatuh pada titik nadir terendah,” ungkap Said.

Berdasarkan itu, menjadi tantangan umat Islam ke depan, apakah nanti pada pemilu 2019 partai Islam di Indonesia terus mengalami penurunan di tengah hadirnya partai-partai baru berhaluan nasionalis, atau justru mampu bersaing dan memperoleh perolehan suara yang signifkan pada pemilu mendatang. (saleh.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker