KPK Kaji Gratifikasi Di Bidang Farmasi

abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengkaji pemberian obat oleh dokter kepada pasien. Hal ini lantaran adanya dugaan para tenaga medis itu mendapat gratifikasi dari perusahaan farmasi memasarkan obat produksi perusahaan tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) KPK, Johan Budi mengatakan dalam melakukan kajian ini, pihaknya turut menggandeng Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia. Dari kajian ini, Johan berharap dapat menyusun formulasi pengelolaan gratifikasi di kalangan dokter yang tidak merugikan semua pihak, baik pasien, dokter juga Rumah Sakit.

“Bagaimana menghilangkan gratifikasi tanpa harus merugikan pihak-pihak seperti pasien, dokter dan RS,” kata Johan Budi.

Johan juga mengatakan, sejauh ini KPK hanya mampu menjangkau dokter yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini lantaran dalam Undang-undang jelas disebutkan, PNS atau penyelenggara negara tidak boleh terima imbalan apapun diluar penerimaan resmi.

“Nah di luar itu KPK enggak bisa menjangkau, tadi pemikiran apakah yang swasta juga bisa. Ada beberapa mekanisma atau sistem akan dibuat,” terang Budi..

Sedangkan  Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengungkapkan, sejauh ini jika ada dokter yang menerima gratifikasi dari perusahaan farmasi hanya ditangani oleh IDI. Untuk itu, pihaknya mengapresiasi langkah KPK yang ingin mengkaji dan membangun sistem untuk mengatur mengenai gratifikasi tersebut.

“Tahun 2014, ada Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) yang mengatur gratifikasi. Tapi tertera pegawai Kemenkes yang PNS. Saya kesini karena tentu itu tidak merata. Seharusnya keseluruhan bahwa kami kaitkan dengan IDI.” kata Menkes.

“Sebenarnya tentu gratifikasi harus kita atur. Makanya saya ingin penjelasan KPK apa itu gratifikasi, sampe batas mana. Kita juga ingin bangun sistem kalau memang dirasakan gratifikasi, kita ingin bangun lagi dengan aturan,” kata Nila.

Nila mengakui adanya gratifikasi dari perusahaan farmasi kepada kalangan dokter. Namun, dia menyebut gratifikasi tersebut tidak langsung berdampak pada tingginya harga obat saat ini. Menurutnya, harga obat juga dipengaruhi oleh melonjaknya harga bahan baku.

“Enggak selalu obat mahal karena biaya produksi. Obat kita masih banyak bahan baku yang impor. Dengan dolar naik, maka biaya bahan baku nya naik. Tentu ada dana marketing dan promosi,” jelas Nila. (udin.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker