Kiyai Nadjih: Mengangguk Bukan Berarti Setuju Dan Menggeleng Belum Tentu Menolak

GURUKU, KIYAI NADJIH AHJAD

Innalillahi Wainna Illahi Rojiuun.

Rabu, 7 Oktober 2015, adalah hari duka bagi Keluarga Besar Bulan Bintang khusunya, umat Islam Indonesia umumnya. Telah kembali kepada Rabb-nya, Kiyai Nadjih Ahjad, di Dukun, Gresik, Jawa Timur. Beliau adalah salah seorang yang kupanggil Guru, panggilan kehormatan kepada seseorang tokoh yang kukagumi dan tempat aku mendapat beberapa hikmah dan pelajaran berharga. Banyak teman meminta padaku untuk sekadar menceritakan dan menulis mengenai kisah dan masa hidup Guruku ini.

Saat asyik duduk di teras Markas Besar Partai Bulan Bintang, seorang teman menghampiriku. Tampak ada sesuatu yang serius ingin disampaikannya.

“Banyak orang kutanyai di Partai ini, siapa yang paling pas untuk menulis tentang Kiyai Nadjih Ahjad? Semua bilang kau, Bar!” kata temanku itu.

Aku tahu dia orang media, lalu mendesak aku untuk membuat tulisan, permintaan itu lama aku pertimbangkan. Akhirnya, kuterima.

Setelah hampir sepekan, aku memberanikan diri menulis tentang sosok Kiyai unik, Guruku itu. Tapi saat aku mulai menulis, ini aku bingung dan untuk beberapa saat berpikir keras.  “Apa yang harus aku tulis tentang Guruku itu?”kecamuk pikiranku.

Akhirnya, aku ‘berhasil’ membuat tulisan ini, sekadar catatan dan pengalaman pribadi yang menurutku berkesan, meski belum tentu seperti itu bagi Anda. Karenanya mohon dimaafkan bila tak berkenan.

Gelengan dan Anggukan

Cerita ini terjadi di tengah-tengah Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berlangsung ketika itu. Kerasnya pertarungan politik pasca Reformasi 1998, telah menampilkan polarisasi yang tajam antar partai politik di parlemen. Sebagai pendatang baru di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kiyai Nadjih Ahjad menemukan pengalaman baru yang berbeda 180 derajat dengan lingkungan asalnya, Pesantren.
“Bagaimana rasanya selama berada di DPR, Kiyai?” tanyaku.

Kiyai Nadjih tak langsung menjawab. Ia menatapku dalam.

“Saya ini biasa hidup di lingkungan Pesantren. Di Pesantren, kami terbiasa mengucapkan apa-apa dengan sungguh-sungguh dan apa adanya,” terang Kiyai Nadjih.

“Kalau di sini, di DPR ini, memangnya seperti apa Kiyai?” tanyaku.

Kiyai Nadjih menarik nafas dalam-dalam.

“Di DPR ini, kita harus pandai-pandai memahami ucapan dan isyarat. Kenapa? Karena MENGANGGUK BUKAN BERARTI SETUJU DAN MENGGELENG BELUM TENTU MENOLAK!” terang Kiyai Nadjih sambil melepas senyum padaku.

Ah, betul juga,”pikirku

*****

NU dan Muhammadiyyah

Dalam sebuah perbincangan kecil di Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang di Kramat VI saat itu, lepas menghadiri undangan pengajian dari Pimpinan Pusat, aku dan Bang Nash (Nashruddin MUHARRAR, peny.) beruntung berkesempatan berbincang dengan Kiyai Nadjih.
“Kiyai, saya mau tanya satu persoalan klasik di dunia Islam,”tanyaku memulai.

Kiyai Nadjih melepaskan senyum khasnya merespon pertanyaanku.
“Bagaimana Kiyai melihat umat Islam hari ini, di Indonesia khususnya,”tanyaku.
“Ya, besar, ramai dan banyak,” jawab Kiyai Nadjih singkat.
Aku penasaran. Sepertinya Kiyai mencoba mengalihkan persoalanku.
“Maaf Kiyai, maksud saya bagaimana Kiyai melihat kondisi umat Islam yang terbagi-bagi; ada SUNNI ada SYIAH; ada NU ada MUHAMMADIYAH ada PERSIS ada Al IRSYAD dan lain-lain itu,”aku memfokuskan pertanyaanku.
Kiyai Nadjih kembali tersenyum. Aku penasaran.

“Biasa saja,” jawab Kiyai enteng.
Aku tambah penasaran. Kulihat Bang Nash pun gelisah.
“Oke. Kalau begitu, kalau ditanya begini, ‘Kiyai Nadjih Ahjad itu Mazhab Islamnya apa?” pancingku.
“Ooo.., itu toh maksudnya,” jawab Kiyai Nadjih.
Kiyai Nadjih membetulkan letak kopiahnya.
“Dik Sabar, dengar dan perhatikan baik-baik, ya! Saya tahu hal ini satu saat akan Anda ceritakan. Karena itu memang wataknya Sampeyan,” terang Kiyai Nadjih.
Aku terjebak! Tapi aku berusaha tetap tersenyum.
“Hmm.. Mazhab Islam saya itu LAA SUNNI WA LAA SYI’AH, LAA NU WA LAA MUHAMMADIYYAH,” kata Kiyai Nadjih, dan beliau menghentikannya.
“Lalu…?” tanyaku dan Bang Nash hampir bersamaan penasaran.
Mazhabiy, al-Islam Qabla ‘l-Tafarruq!” tegas Kiyai Nadjih. (Artinya kira-kira Mazhabku Islam Sebelum ada Perpecahan, red.)
Kali ini aku dan Bang Nash yang senyum-senyum.

*****

Ziarah Kubur

Saat yang paling berkesan dan kuingat dan akan kuingat selalu, tentang sosok Kiyai Nadjih Ahjad, adalah saat aku datang, silaturrahim, ke Pondok Pesantren Maskumambang, di Dukun, Gresik.
Saat itu, Guruku itu sudah tidak lagi sebagai Anggota DPR. Waktunya full di pondok.
Sambutan hangat kami terima saat langkah kaki kami menginjak lantai kediaman Kiyai Nadjih. Beberapa saat kemudian, Pisang Matang Segar, Ketela Rebus dan Teh Kental Hangat keluar dari pintu samping.
“Ayo, ayo dinikmati sajian pondok. Maaf, hanya makanan kampung,”kata Kiyai Nadjih.
” Justru makanan seperti yang membuat rindu selera, Kiyai. Ingatan tentang kampung tersaji di Pisang dan Ketela Rebus ini!” balasku bersemangat.
Selanjutnya, hampir 90 menit aku dan seorang kawanku mendapat wejangan dan Thaushiah berharga dari Kiyai Fenomenal dan Unik itu.
Dan, sesaat akan pamitan, Kiyai Nadjih khusus memanggilku.
“Bar, tunggu sebentar!” pinta Kiyai Nadjih.
Aku menghentikan langkahku. Kulihat Kiyai Nadjih masuk ke ruang kerjanya, sesaat kemudian keluar dengan membawa sebuah buku tipis.
“Ini hanya buku tipis saja. Saya tahu, Anda orang yang gemar membaca dan koleksi buku. Mudah-mudahan buku kecil ini bermanfaat,” kata Kiyai Nadjih.
“Apapun yang Kiyai beri pada murid ini, atas izin dan keikhlashan Kiyai, insyaallah bermanfaat. Mohon doa dan izinnya, Kiyai,”balasku.
Kuraih tangan Kiyai Nadjih Ahjad, Guruku itu. Kucium punggung tapak tangannya. Kiyai berusaha menarik tangannya. Kutahan cukup lama. Lama sekali.
Selama perjalanan Gresik – Surabaya, kucoba membuka buku tipis yang diberi Guruku tadi. Saat kubuka, terbaca titelnya, ‘ZIARAH KUBUR’.
Hmm…,“pikirku dalam hati.
Guru, aku berdoa dan akan selalu berdoa, agar kuburmu adalah bagian dari Taman Surga.
Dan, kukirimkan untukmu sebait doa dan bacaan ALFATIHAH
.

 

Sabar Sitanggang

Sabar Sitanggang

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker