Pilpres 2019 Diambang Chaos, MK Harus Hindarkan Goro-Goro

Indonesia diambang chaos dan huru-hara. Indikasi kearah sana mulai terasa dalam tahun politik ini. Perbincangan di dunia maya dan nyata telah menjurus kepada perdebatan saling hujat dan ujaran kebencian.

Dalam minggu-minggu ini dipenuhi oleh berita pembubaran, gangguan, kecaman dan pelarangan terhadap aktifitas2 masyarakat yg ingin menyampaikan aspirasi dan sikap politiknya masing2. Banyak kalangan memprediksi situasi akan semakin meningkat seiring semakin dekatnya Pilpres 2019.

Perpecahan dan keterbelahan masyarakat nampaknya tidak akan dapat dihindarkan lagi. Berdasarkan analisis para pakar dan “penglihatan” kaum spiritualis kondisi kritis ini akan mulai meledak pada akhir Nopember 2018. Indonesia akan mengalami situasi sebagaimana yg diprediksi oleh Maharaja Prabu Jayabhaya: “Goro-goro”.

Goro-goro adalah situasi huru hara atau chaos dimana dalam situasi ini terjadi konflik horisontal antar anak bangsa yg sulit diatasi dengan cara-cara biasa. Situasi kacau balau, kekuasaan lumpuh. Berlaku hukum rimba.

“Goro-goro” berpotensi menyebabkan rusaknya sendi-sendi kehidupan: sosial, ekonomi, budaya, politik, pendidikan, keamanan, dsb. Lumpuh. Dalam situasi seperti ini segala kemungkinan dapat terjadi.

Penyebab munculnya potensi “goro-goro” adalah Pilpres 2019 yg didesain hanya memunculkan 2 pasangan capres-cawapres (paslon). Hal ini menyebabkan masyarakat terbelah menjadi 2 kubu yg saling berhadapan. Situasi ini sangat rentan.

Suasana politik pilgub DKI dimasa lalu sepertinya jg akan ikut mewarnai dan memperkeruh situasi.

Apalagi, kedua kandidat yg bertarung dalam Pilpres 2019 adalah orang yg sama dan berhadapan dalam pilpres 2014 yang lalu. Tentu akan ada suasana dan semangat “balas dendam” disatu pihak dan “hajar lagi” di pihak yg lain.

Maka peluang terjadinya “goro-goro” sangat tinggi dan mudah. Kekuatan kedua kubu bisa dibilang seimbang. Faktor penyulut sangat banyak. Tinggal siapa yg memulai, dan kapan provokator akan beraksi

Bukan tidak mungkin situasi chaos dan goro-goro ini dapat dihindari. Antisipasi harus dilakukan oleh semua pihak. Maka perlu ditelusuri penyebab utama dari potensi goro-goro ini. Jika salah menganalisis dan mengambil tindakan antisipasi justeru akan mempercepat dan memperparah goro-goro yg akan terjadi.

Hemat saya, penyebab utama terjadinya ketegangan yg memicu munculnya potensi “goro-goro” kali ini adalah aturan dalam UU Pemilu tentang Parleamentary Treschold (PT) yg mensyaratkan dapatnya paslon maju dalam pilpres dengan dukungan perolehan 20% kursi DPR RI atau 25% suara pada pemilu sebelumnya. Aturan inilah yg akhirnya menyebabkan timbulnya keruwetan politik yg berpotensi bermuara pada terjadinya “goro-goro”.

Sebenarnya sebagian besar pakar dan ahli menyatakan bahwa aturan tersebut tidak masuk akal dengan berbagai argumen. Beberapa warga negara juga telah melakukan Judicial Review (JR) di MK. Dan konon kabarnya MK juga telah selesai menggelar serangkaian persidangan terkait JR ini. Melihat kuatnya argumen dan urgensinya masalah ini saya yakin MK akan mengabulkan gugatan penghapusan PT 20% tersebut.

Jika MK memutuskan menghapus PT 20% dan segera membacakan dan mengundangkan berlakunya aturan baru tersebut maka masih dimungkinkan munculnya paslon ketiga, keempat dst. Dan dengan adanya lebih dari 2 paslon capres-cawapres maka hal ini akan mengubah situasi politik secara drastis. Semua ketegangan akan dapat mereda seketika dan situasi politik akan menjadi cair. Kampanye politik golongan akan dapat dihindari dan akan segera berganti menjadi adu gagasan dan program. Suasana pemilu akan dinikmati masyarakat dengan penuh kedamaian, ketenangan dan persaudaraan. Ketegangan diametral dan konflik horizontal dapat dihindari. “Goro-goro”, chaos dan huru hara tidak lagi menghantui. Pilpres akan sangat berkualitas.

Dengan demikian jelaslah bahwa kunci ada atau tiadanya “goro-goro” dan kekisruhan politik ini terletak di tangan MK. Sekaranglah saatnya para Hakim MK yg terhormat menunjukkan sikap kenegarawanannya. MK jangan sampai merangkap menjadi lembaga politik. Baik buruk situasi politik Indonesia di masa depan tergantung kesungguhan  para Hakim MK saat ini dalam mengambil keputusan. Jika MK dapat bertindak bijaksana, rakyat Indonesia akan mencatat nama mereka dengan tinta emas. Sebaliknya, jika mereka tidak sensitif terhadap potensi problem bangsa ini, maka sejarah akan mencatat nama mereka dengan darah dan air mata.

Sebagai orang beriman, mari kita berdoa dengan sungguh-sungguh kiranya Yang Maha Kuasa dapat memberikan jalan keluar dari semua persoalan yang kita hadapi dan melindungi kita dari segala marabahaya serta menganugerahi kita baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur…

Semoga!

Pamekasan, 27 Agustus 2018
Oleh: Ir. M. Masduki Thaha
Ketua Pembina PW Pemuda Bulan Bintang Jawa Timur

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker