Pengorbanan dan Keikhlasan

Setiap tahun di saat sebagian umat Islam menunaikan ibadah haji di Arab Saudi, maka umat Islam lainnya di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha. Selain melaksanakan salat ied, umat Islam juga melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Hewan kurban diperoleh dari mereka yang berkurban, baik kambing, sapi maupun unta.

Saya mengapresiasi masyarakat Sumbar yang ikut berkurban pada tahun ini. Jumlah peserta kurban dan hewan kurban mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Semoga kurban seluruh masyarakat Sumbar diterima Allah Swt dan mendapat balasan yang berlipat ganda. Dan semoga ini semua merupakan bagian dari semangat kita mengamalkan ajaran Islam yang mulia ini.

Bagi muslim yang mampu, berkurban memang sangat dianjurkan. Dan ini juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pada pelaksanaan Haji Wada di usia ke-63, Rasulullah Saw menyembelih langsung kurbannya sebanyak 63 ekor unta. Sementara 37 ekor unta lainnya Rasulullah Saw meminta Ali bin Abi Thalib yang menyembelihnya. Sehingga Rasulullah Saw berkurban total 100 ekor unta. Sebuah jumlah yang besar.

Sementara Nabi Ibrahim harus mengorbankan anaknya Ismail dalam rangka membuktikan ketaatannya kepada Allah Swt. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw dan Nabi Ibrahim merupakan sebuah kisah teladan, bahwa pengorbanan merupakan sebuah bagian dari kehidupan manusia. Dan kadang yang dikorbankan tersebut merupakan sesuatu yang sangat dicintai dan bernilai sangat tinggi.

Di samping itu, pengorbanan semakin memberikan makna ketika dilakukan dengan ikhlas. Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw, telah mencontohkan keikhlasan dalam berkurban. Jika kita membaca kisah para pahlawan bangsa, mereka mengorbankan nyawanya untuk meraih kemerdekaan dengan penuh keikhlasan. Dan kita patut bersyukur bahwa pengorbanan para pahlawan itu kini kita nikmati bersama, yaitu kemerdekaan. Mereka tidak hanya berkorban nyawa, namun juga harta dan lainnya.

Dan pada masa sekarang, pengorbanan yang kita lakukan bisa dalam berbagai bentuk. Sebagai orangtua, maka kita berkorban demi anak, berupaya mencari nafkah dengan cara baik agar bisa tercukupi kebutuhan keluarga. Sebagai anak, kita mengorbankan yang kita punya dan kita bisa untuk berbakti kepada orangtua.

Dalam hidup bermasyarakat, kita juga harus saling berkorban. Karena dengan hal itu tumbuh rasa peduli sesama di antara kita. Misalnya dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, kita harus berkorban, tidak bisa semau kita saja. Karena harus juga menghormati pihak lain. Pengguna kendaraan harus menghormati pejalan kaki yang menyeberang di zebra cross. Pejalan kaki harus menunggu lampu merah untuk bisa menyeberang.

Berkorban dalam kehidupan, sesungguhnya bukan untuk menjerumuskan diri, tetapi untuk meraih kemuliaan. Para pengguna jalan yang berkorban guna kelancaran lalu-lintas kendaraan juga merupakan perbuatan mulia dan memberikan manfaat yang besar.

Di negara-negara maju, meskipun penduduknya non-muslim, mereka telah merasakan manfaat pengorbanan. Budaya antri, budaya buang sampah, budaya menghormati pengguna jalan, budaya safety riding, budaya tepat waktu, budaya pelayanan publik, adalah beberapa contoh dari pengorbanan yang dilakukan penduduk negara maju. Yaitu mengorbankan ego pribadi untuk sesuatu yang lebih besar manfaatnya. Sehingga mereka bisa maju lebih cepat dan menikmati kesejahteraan.

Berkorban pun tidak mesti dalam keadaan berpunya. Di waktu sulit pun kita bisa berkorban. Tidak hanya dalam bentuk barang, uang atau kambing dan sapi, tetapi juga berupa tenaga, pikiran, dan kelapangan hati. Sehingga tumbuh rasa peduli dari jiwa berkorban ini. Karena berkorban bisa dilakukan siapa saja, bukan orang yang mampu saja. Karena rasa peduli adalah hak siapa saja. Dan Allah Swt menilai hambaNya adalah dalam posisi sama. Bukan dilihat dari kekayaan, kedudukan, keelokan wajah, status sosial dan lainnya.

Ibadah haji dengan mengenakan pakaian ihram warna putih juga melambangkan bahwa di mata Allah Swt manusia adalah sama. Yang membuat beda adalah amal masing-masing. Semua peserta haji melakukan kegiatan yang sama, tidak pandang dia siapa sehingga ada perlakuan istimewa.

Ketika umat Islam dari berbagai belahan dunia melakukan ibadah haji, pakaian mereka sama. Ini menunjukan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam bukanlah umat yang senang melakukan diksriminasi. Bahkan toleran dan peduli kepada siapapun. Karena semangat kesamaan dalam Islam telah dipraktikan dalam berbagai bidang kehidupan. Baik oleh pemimpin, karyawan, guru, buruh, pelajar, petani, nelayan, dan lainnya.

Semoga semangat berkorban, peduli, yang disertai keikhlasan tetap menjadi bagian dari kehidupan kita bermasyarakat. Demikian pula dengan tetap memandang siapa saja adalah sama, kita bisa memuliakan sesama manusia, sehingga hidup kita semakin lebih baik dan bermanfaat. ***

Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumatera Barat

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker