Politisi PDIP: “Program DP 0 Rupiah Anies Contek Progam Jokowi”, Kok Bisa??

Abadikini.com, JAKARTA – Rumah Rusunami DP 0 Rupiah yang baru diluncurkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai menjiplak program sejuta rumah milik Presiden Joko Widodo. Sayangnya, harga yang dijual jauh lebih tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menjelaskan, program sejuta rumah milik Jokowi memanfaatkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau pro­gram KPR bersubsidi dengan bunga sampai 5,5 persen per­tahun dengan jangka waktu sampai 20 tahun.

Kemudian, harga jual rumah Rp 100 juta sampai Rp 135 juta untuk rumah tapak. Cicilan yang diharus dilunasi oleh MBR hanya Rp 825 ribu sampai Rp 1,1 juta perbulan. Dengan be­gitu, sesuai dengan persyaratan bank masyarakat dengan penda­patan Rp 3 juta perbulan masih bisa mencicil.

“Kalau rusunami yang dilun­curkan Gubernur Anies itu cici­lan minimal Rp 1,5 juta sampai Rp 2,6 juta. Artinya pendapatan minimal Rp 4,5 juta. Sedangkan UMR DKI Rp 3,6 juta. Jadi rusunami DP 0 rupiah itu bukan untuk masyarakat berpenghasi­lan rendah tapi kelas menengah,” tuturnya, (21/1/2018).

Belum lagi nanti pemilik rusun akan dibebani dengan biaya lain-lain untuk perawatan bangunan yang biasa dikelola Pusat Pengelola Rumah Susun (PPRS). “Ketika kita bicara milik, maka peran pemerintah lepas pada pengelolaan. Artinya, bangunan akan dikelola pihak ketiga. Pada Rusunami biasanya PPRS yang mengelola,” ujarnya.

Kemudian rencana Gubernur menanggung bunga pinjaman 5 persen pertahun maksimal 20 tahun dinilai melanggar permendagri No 21 Tahun /2011 sebagai perubahan kedua Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Yakni, Pasal 54A ayat (6) Permendagri itu memang menyebut pengangga­ran kegiatan tidak boleh melam­paui akhir tahun masa jabatan kepala daerah.

“Masa jabatan gubernur cuma lima tahun, sedangkan kreditnya 20 tahun. Lalu kelanjutannya pada tahun keenam seperti apa? Siapa yang akan menanggung bunganya? Gubernur harus buka aturan lagi jangan sampai salah dalam mengambil kebijakan,” tegasnya.

Ketua Fraksi Partai Nasdem Bestari Barus mengatakan, pada filosofi konsep rumah susun sewa (Rusunawa) warga hanya perlu fokus memikirkan biaya sewa yang didalamnya sudah disubsidi pemerintah. Biaya sewa itu pun sudah termasuk dana perawatan yang dikelola langsung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman DKI Jakarta.

“Harusnya, Pak Gubernur me­lihat perbandingan di Tambora, Jakarta Barat, dimana Rusunami yang bersebelahan dengan Rusunawa sangat timpang karena Rusunaminya hancur berjamur sedangkan Rusunawanya cantik terawat,” ungkapnya.

Selain akan menimbulkan masalah baru, Anggota Komisi Pembangunan DPRD DKI itu ju­ga mengingatkan bahwa konsep Rusun yang sesungguhnya ada­lah sebagai inkubator memperbaiki kualitas ekonomi warga.

Artinya, setelah satu keluarga dapat memperbaiki perekono­mian dalam tenggat waktu ter­tentu ketika tinggal di Rusunawa bersubsidi, maka warga tersebut diharapkan dapat membeli pe­rumahan yang lebih mumpuni diluar Rusun.

“Jadi perlu dilihat konsentrasinya dulu. Kalau pemikiran dasarnya menyediakan rumah un­tuk masyarakat kurang mampu, bagaimana kemudian menjadi Rusunami. Yang harus diingat adalah konsep rumah susun itu bukan untuk tinggal selamanya disitu,” terangnya.

Menurutnya, peluncuran rusu­nami DP 0 Rupiah hanya sebagai akal-akalan untuk memenuhi janji kampanye. Apalagi hal ini dilakukan mendekati 100 hari kerja. Padahal, skema pem­biayaan, siapa yang berhak mendapatkannya belum dirinci. Hal ini tentunya akan menimbul­kan kekacauan.

Umbar Janji

Sementara, Bank Indonesia (BI) mengingatkan calon kepala daerah agar lebih bijaksana dalam memberikan janji politik saat kampanye pilkada. Adapun janji kampanye yang disorot itu adalah program DP 0 persen yang digelontorkan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno, serta program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dengan DP 1 persen.

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Sri Noerhidajati mengatakan tahun 2018 merupakan tahun politik yang biasanya diguna­kan calon kepala daerah untuk melakukan kampanye yang menarik terkait perumahan.

“Dan mungkin saya sedikit komentar, bahwa tahun ini ada­lah tahun politik yang biasanya untuk kampanye yang menarik adalah perumahan. Jadi saya ingat nih, BI dikejar-kejar soal DP 0,” ungkap Sri.

Sementara di sisi lain, BI te­lah mengeluarkan Peraturan BI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Rasion Loan to Value (LTV).

Aturan ini mengenai syarat uang muka minimum yang harus disetorkan masyarakat saat men­gajukan KPR. Contohnya, uang muka untuk rumah tapak dan rumah susun seluas 70 meter persegi adalah 15 persen.

Sementara untuk rumah tapak dan rumah susun seluas 22 meter persegi sampai dengan 70 me­ter persegi sebesar 10 persen. Namun demikian, Sri menjelas­kan, aturan tersebut dikecualikan bila pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki kebijakan khusus.

“Di dalam Pasal 17 disebut­kan bahwa program pemerintah pusat atau pemerintah daerah dikecualikan dari ketentuan LTV dengan memperhatikan keten­tuan yang berlaku dan prinsip kehati-hatian,” kata Sri. (leo.ak/rmol)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker