Hari Buku Nasional Jangan Jadi Seremoni Belaka

Abadikini.com, JAKARTA – Etos ulama terdahulu, dalam hal membaca dan menuntut ilmu, seakan menara teladan yang tinggi menjulang. Misalnya saja sosok yang hidup pada tahun 1040–1119 M, Abul Wafa’ bin Aqil Al-Hanbali. “Saya dapati kesungguhanku terhadap ilmu pada usia 80 tahun, lebih kuat dibanding pada usia 20 tahun,” kata ulama Baghdad yang dikenal dengan nama Ibnu Aqil itu.

Terlihat bahwa bertambahnya usia ternyata tidak dijadikan alasan untuk menjauh dari ilmu. Bahkan hingga usia yang tergolong lanjut, ia makin bermujahadah, bersungguh-sungguh dalam penguasaan ilmu.

Hal ini juga menjadi refleksi Kepala CADIK Indonesia, Zakiyus Shadicky. Ia mengingatkan kembali pentingnya kebiasaan membaca bagi pribadi muslim. “Situasi yang perlu diwaspadai adalah apabila tingkat konsentrasi dan interaksi seseorang dengan buku, malah semakin berkurang seiring bertambahnya usia. Apalagi jika ia tidak lagi menjalani aktivitas di sekolah atau universitas, sebagai pelajar ataupun mahasiswa,” kata Zakiyus dalam keterangannya menyambut Hari Buku Nasional pada Kamis (17/5/2018)  di Jakarta.

Hari Buku Nasional diperingati setiap tanggal 17 Mei, dengan mengacu kepada tanggal berdirinya Perpustakaan Nasional pada tanggal yang sama tahun 1980.

Zakiyus juga menandaskan peran buku sebagai simbol dari ilmu dan aktivitas belajar. “Buku menjadi hal yang sangat erat dengan kegiatan belajar. Sebagai media sekaligus sebagai sumber, terlalu sukar rasanya untuk menghilangkan fungsi buku dalam proses mencari dan memperdalam ilmu,” tuturnya.

Momen Hari Buku Nasional sendiri menurutnya tentu sepatutnya tidak hanya dijadikan seremoni belaka. “Namun justru menjadi momentum untuk mengevaluasi sedekat apa keakraban kita dengan buku,” lanjut Zakiyus.

Teladan kedekatan dengan buku, terekam pula oleh Al-Hafizh Al-Jahizh dalam kitab Al-Hayawan. Al-Jahizh mengungkap sosok Hasan Al-Lu’luai, ulama yang hidup pada masa 819–820 M. Pengakuan jujur Al-Lu’luai soal bagaimana interaksinya dengan buku bisa membuat muslim kekinian geleng kepala.

“Selama 40 tahun, aku tidak tidur siang ataupun tidur malam, serta tidak beristirahat sambil bersandar, kecuali ada sebuah buku yang tergeletak di atas dadaku,” kata Al-Lu’luai, seperti diungkap kembali oleh Ali Bin Muhammad Al-Imran dalam buku Gila Baca a la Ulama.

Menurut Zakiyus, CADIK Indonesia berencana mengadakan kegiatan diskusi buku pada Juli mendatang, dengan sasaran para pembaca buku, maupun para calon kreator buku. CADIK sendiri adalah komunitas belajar bagi setiap insan yang ingin mengenal Pandangan Alam Islami sebagai pandangan hidup; Adab sebagai tolok ukur hati dan pikiran; dan Islamisasi Ilmu Kontemporer sebagai proses penjadian insan kamil. (beng.ak)

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker