Presiden Jokowi dan Hikayat Sultan Musa

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meminta Presiden Jokowi menghentikan kebiasaannya bagi-bagi sembako, dan bagi-bagi sepeda dalam setiap kunjungan kerjanya. Hal itu untuk menghindari anggapan adanya upaya kampanye menjelang Pilpres 2019. Lebih tepatnya tindakan Jokowi jangan sampai dinilai sebagai money politics.

Anggota Bawaslu RI Rachmat Bagja mengaku mendapat pengaduan dari masyarakat yang mempersoalkan kegiatan Presiden Jokowi tersebut. “Lebih baik Presiden menyampaikan program kerjanya yang telah diwujudkan selama ini, seperti jalan tol, pelabuhan. Kan banyak yang sudah diwujudkan,” imbau Rachmat.

Akhir pekan lalu (7-8/4) Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke Sukabumi, Jawa Barat. Disela-sela kunjungan tersebut Presiden membagi-bagikan sembako kepada rakyat. Sejumlah video yang beredar di medsos, menunjukkan petugas Paspampres membagi-bagikan bingkisan kepada masyarakat yang berdiri di pinggir jalan yang dilalui Jokowi.

Polres Sukabumi juga diketahui membagikan kupon sembako bantuan Presiden. Keterlibatan Polres Sukabumi dalam pembagian sembako tersebut dikecam banyak kalangan. Selain itu cara Presiden Jokowi membagikan bantuan juga dipersoalkan. Banyak yang mempertanyakan, apakah bantuan tersebut dari pribadi Jokowi, atau dari pos anggaran negara. Bila dari negara bagaimana mempertanggungjawabkannya.

Polres Sukabumi dalam keterangannya kepada media menyatakan mereka hanya membantu, karena Presiden tidak sempat membagikan sendiri bantuan tersebut. Sementara Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan sembako tersebut diambil dari pos Bantuan Presiden (Banpres). Moeldoko menyatakan pemerintah sebelumnya juga melakukan, hanya caranya saja yang berbeda.

Peringatan Bawaslu tersebut tampaknya tidak diindahkan oleh Presiden dan Istana. Program bagi-bagi sembako tersebut jalan terus. Dalam kunjungan ke Papua beberapa hari kemudian Jokowi kembali membagi-bagikan sembako kepada mama-mama (ibu-ibu) di daerah Expo Waena, Heram, Jayapura. Ada 1.000 kupon yang dibagikan, namun pendaftar yang mengantri mencapai 1.800 orang.

Mirip dengan Sultan Musa dari Mali

Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi yang dicitrakan sangat merakyat ini memang rada unik. Di luar kelaziman presiden-presiden sebelumnya. Dalam beberapa kesempatan Jokowi dengan santainya melempar-lemparkan makanan dari dalam mobil dinasnya. Masyarakat yang mengelu-elukannya di pinggir jalan berebut rezeki dari Sang Presiden.

Peristiwa itu terjadi saat Jokowi mengunjungi Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada bulan Maret 2017. Netizen dan sejumlah tokoh mengecam aksi tersebut dan menyebutnya sebagai penghinaan kepada rakyat. Gayanya dianggap seperti seorang raja yang bisa berlaku seenaknya kepada para kawula (rakyat).

Sebuah video yang viral beberapa hari belakangan juga menunjukkan Jokowi sedang membagi-bagi angpao dari dalam mobil. Sejumlah tukang becak yang nongkrong di pinggir jalan, terkaget-kaget mendapat rezeki nomplok dari Jokowi. Mengetahui hal tersebut sejumlah orang segera mengerubuti mobil Jokowi yang berada dalam iring-iringan dan pengawalan. Setelah dibuka dalam amplop yang dibagikan terdapat uang senilai Rp 25.000,- dalam pecahan sepuluh ribu, dan lima ribu.

Setelah ditelusuri video tersebut diunggah pada bulan Juli 2014, tak lama setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden, namun belum dilantik. Saat itu Jokowi sedang pulang kampung ke Solo. Sebagai Presiden terpilih, Jokowi sudah mendapat pengawalan resmi, namun belum menggunakan mobil kepresidenan.

Dalam setiap kunjungan Jokowi juga sering membagi-bagikan sepeda. Biasanya Jokowi mengajukan pertanyaan kepada hadirin yang dipilih. Semacam tebak-tebakan. Bisa orang tua, tapi bisa juga anak-anak. Tak peduli jawabannya benar, atau salah, semua dapat sepeda.

Sangat mudah kita menemukan video di Youtube yang menunjukkan Jokowi berlaku seperti seorang Sinterklas. Bedanya Sinterklas memakai jubah kebesaran berwarna merah, topi merah putih dan berjanggut putih tebal. Jokowi selalu mengenakan pakaian “kebesaran” berupa baju putih dengan lengan digulung, dan celana hitam.

Persamaannya, Sinterklas selalu membawa kantong yang penuh berisi hadiah dan seolah tak ada habisnya. Jokowi juga selalu membawa bingkisan yang terletak di dalam mobil kepresidenan.

Apa yang dilakukan Jokowi ini mengingatkan kita kepada Manza (Sultan, Kaisar) Musa I dari Mali, Afrika Barat (1280-1331). Manza Musa dikenal sangat murah hati, dermawan. Ketika dia naik haji pada tahun 1324-1325 Musa membagi-bagikan koin emas kepada orang miskin yang ditemui di sepanjang perjalanan dari Mali sampai Mekah. Setiap Jumat dia juga membangun sebuah masjid di tempat yang dia singgahi.

Dalam perjalanan tersebut Musa membawa rombongan sebanyak 60.000 orang. Di dalam rombongan tersebut terdapat 12.000 budak yang masing-masing membawa 1.8 Kg emas batangan. Para budak ini mengenakan baju dari bahan sutera. Selain itu dalam rombongan tersebut terdapat 80 unta yang masing-masing membawa 23-136 Kg bubuk emas.

Saking murah hatinya Musa, sampai-sampai berbagai kota yang dilewatinya seperti Kairo, dan Madinah mengalami inflasi karena mendadak mendapat gelontoran emas yang saat itu juga berfungsi sebagai mata uang dan alat tukar. Pemberian emas dari Musa yang melimpah, membuat harga emas di kota-kota yang dilalui Musa turun sampai beberapa tahun kemudian.

Siapa Manza Musa I yang sangat kaya dan murah hati. Dia memperoleh kekayaan dari tambang garam, emas, dan perdagangan budak. Para sejarawan mencatat, dia merupakan orang terkaya sepanjang sejarah dunia. Ketika dia meninggal dunia pada tahun 1331 kekayaan—dengan memperhitungkan nilai inflasi saat ini— mencapai USD 400 miliar.

Akumulasi harta pribadinya lebih besar dari milik Rothschild keluarga Yahudi terkaya di dunia yang mempunyai kekayaan sebesar USD 350 milyar, dan orang terkaya di AS Jhon D Rockefeller sebesar USD 340 miliar. Sebagai gambaran orang terkaya di dunia Carlos Slim dari Mexico yang mempunyai kekayaan USD 68 miiiar hanya berada di urutan ke-22. Sangat jauh bila dibandingkan dengan Manza Musa.

Selain super tajir, Musa adalah seorang Manza, Sultan, Kaisar. Sebagai Sultan dia mempunyai kekuasaan mutlak, bisa sesuka hati menggunakan harta dan kekayaannya. Musa juga tidak membagi-bagikan harta kekayaan menjelang pemilihan, karena sebagai Sultan dia tidak dipilih dan bisa berkuasa seumur hidup.

Pembagian emas yang dilakukan Musa di sepanjang kota di negara-negara yang berbeda, dan tidak berada dalam kekuasaannya. Artinya pembagian emas tersebut tidak bertujuan untuk mendapatkan dukungan suara, atau dalam istilah sekarang dikenal sebagai money politics.

Jokowi tentu saja berbeda dengan Manza Musa. Sebagai Presiden kekuasaan Jokowi dibatasi undang-undang. Dia hanya boleh menjadi presiden selama satu periode (5 tahun), dan boleh dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. Jokowi juga tidak boleh mempergunakan kekayaan negara seenaknya tanpa pertanggung jawaban. Selain itu ada azas kepantasan dan kepatutan dalam penggunaannya.

Sebagai incumbent  yang akan kembali berlaga pada Pilpres 2019, tentu sangat wajar bila Bawaslu mengingatkan, bagi-bagi sembako, ataupun sepeda menjelang pilpres, selain tak elok, tak pantas juga mengundang kecurigaan. Apalagi bila cara membagikannya sambil dilempar dari dalam mobil. Lebih dari itu bisa juga dituduh sebagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Bagi siapapun yang menjadi seorang kepala negara pada sebuah negara demokrasi, terlepas dari seberapa besar dan berkuasanya, harus diingat kekuasaan itu ada batasnya. Barangkali dalam konteks inilah Presiden AS Barrack Obama pernah berkata, seolah mengingatkan diri sendiri, dan orang lain : “I’m the President of United States, Not the Emperor of United States.”

Presiden memang beda dengan seorang Kaisar. Itu yang harus selalu diingat.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker