Politik Kaum Nahdliyin, Jokowi dan Cermin Pilpres 2004

Abadikini.com, JAKARTA – Pernyataan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, DIY, Najib Abdul Qodir terkait dukungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ke Presiden Jokowi bikin heboh jagat politik.

Qodir diberitakan menyebutkan NU memberi Jokowi tenggat dua hari untuk memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai calon wakil presiden (cawapres). Jika tidak, mereka akan membentuk poros baru.

Belakangan pernyataan Qodir itu dibantah PBNU.

Emang PBNU partai politik? NU bukan partai politik, karena itu tidak memiliki kapasitas untuk mengusung atau apa, enggak ada kapasitas itu,” kata Ketua PBNU Robikin Emhas seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (7/8).

Robikin menegaskan PBNU tak boleh dijadikan kendaraan politik. Walaupun demikian, Robikin sadar atas potensi yang dimiliki ormas Islam dengan anggota 91 juta orang itu bisa dimanfaatkan untuk meraih keuntungan elektoral.

Jumlah warga NU memang tak main-main. 

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Masudi mengatakan warga Nahdliyin harus diperhitungkan dalam kontestasi kekuasaan dan tidak bisa diabaikan karena memiliki representasi massa.

Hanya saja, Wawan menilai gaya komunikasi politik ormas keagamaan, termasuk NU dan Muhammadiyah memang berbeda dengan partai politik. Gaya berpolitik NU cenderung bersifat simbolis dan tidak ‘gamblang’ ke permukaan.

“Seandainya ada pembicaraan juga tidak diungkap terbuka sebagaimana parpol, tetapi akan lebih elegan di dalam ruang-ruang khusus,” kata Wawan, Rabu (8/8).

Wawan pun menilai wajar bila NU kemudian menyodorkan opsi nama cawapres kepada Jokowi ataupun kandidat capres lain.

Tak hanya di jajaran cawapres, Wawan menyebut keterwakilan NU dalam pemerintahan juga bisa dalam bentuk lain. Wawan mencontohkan kebijakan pemerintahan Jokowi yang tampak berusaha keras untuk memberi perhatian pada NU, baik berbentuk program maupun secara simbolis.

Ia mencontohkan perhatian simbolis seperti pengakuan 22 Oktober sebagai Hari Santri, undangan Jokowi untuk NU menghadiri acara kenegaraan, hingga  zikir dan doa bersama di Istana.

“Kebijakan secara program misalnya kunjungan-kunjungan beliau ke pesantren berbasis NU, program perbaikan infrastruktur pesantren, asrama santri. Itu kan bentuk perhatian Jokowi untuk bisa menjadi channel representasi bagi organisasi NU,” kata Wawan.

Pandangan berbeda disampaikan pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Bakir Ihsan. Menurut Bakir, kekuatan NU dalam konteks pilihan politik tidak terlalu kuat dapat menentukan. 

Pasalnya, pilihan politik kaum Nahdliyin relatif cair dalam Pilpres.

Berkaca Pilpres 2004

Hal itu, katanya, bisa dilihat saat Pilpres 2004 silam. Bakir mengatakan kala itu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri maju sebagai capres didampingi Hasyim Muzadi. Hasyim adalah Ketua Umum Tanfidziyah PBNU ke-4 menggantikan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Alasan Megawati, Hasyim berpotensi menarik dukungan warga NU dan PKB. Mengingat partai berideologi nasionalis-religius itu didirikan para kiai NU pascareformasi.

Namun, Mega-Hasyim harus menerima kekalahan atas Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dengan selisih suara mencapai hampir 20 persen.

“Secara struktural NU punya kekuatan luar biasa, tetapi faktanya SBY-JK terpilih. Artinya, secara politik belum membuktikan NU sebagai kekuatan yang cukup solid dalam mengusung calon pimpinan nasional,” kata Bakir.

Begitu juga di level daerah. Bakir mencontohkan Pemilihan Gubernur 2018 lalu. 

Pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak menang atas Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Puti Soekarno. Hal itu, sambungnya, cukup menarik karena Gus Ipul-Puti didukung pula oleh PKB.

Hal yang sama pun terjadi di Pilgub Jawa Tengah. Politikus PKB Ida Fauziyah yang juga mantan ketua umum organisasi sayap NU, Fatayat, kalah dari pasangan petahana, Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen.

“Pilihan politik semakin sekuler. Artinya, seseorang boleh saleh secara individual tetapi dalam konteks politik tidak otomatis memilih partai Islam atau partai berbasis massa islam,” katanya. (ak.cnn)

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker