BBM Naik, Fadli Zon Salahkan Perpres Jokowi??

Abadikini.com, JAKARTA – Sejak lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014, fungsi kontrol DPR atas kebijakan harga BBM sudah diamputasi oleh pemerintah.

Perpres 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak diteken Presiden Joko Widodo pada Desember 2014 lalu.

Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, persetujuan legislatif hanya dibutuhkan jika terkait penetapan harga Premium saja. Sementara untuk penetapan harga BBM jenis lain, semuanya kini diputuskan sepihak oleh pemerintah.

“Khusus BBM non subsidi, penetapan harganya bahkan langsung diserahkan ke Pertamina, seolah tak lagi diatur oleh pemerintah,” sesal Fadli dalam keterangan tertulis, Rabu (4/7/2018).

Fadli menyinggung Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 34/2018. Dalam Permen itu disebutkan jika badan usaha, tidak terkecuali Pertamina, kini tidak perlu mendapatkan persetujuan pemerintah untuk menentukan harga BBM kategori umum termasuk kenaikannya.

“Badan usaha hanya perlu melaporkan harga itu kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Migas. Ini adalah bentuk lepasnya campur tangan pemerintah,” paparnya.

Padahal, lanjut Fadli, jika merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 002/PUU/1/2003, yang membatalkan Pasal 28 UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, cukup jelas jika penetapan harga BBM tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar.

Sebagai komoditas strategis, terang Fadli, harga BBM harus diatur oleh pemerintah. Artinya, membiarkan harga BBM diombang-ambingkan fluktuasi pasar tidaklah dibenarkan.

Menurut Fadli, biang masalahnya adalah Perpres 191/2014 tadi. Sesudah Perpres itu lahir, seolah-olah yang disebut BBM hanya tinggal minyak tanah, premium dan solar saja. Sementara, Pertamax, Pertamax Turbo, Pertalite, Pertamina Dex, atau Dexlite, bukan lagi dianggap BBM.

“Persepsi itu tentu saja keliru. Saya menilai, kebijakan pemerintah terkait BBM ini memang tidak ada polanya. Serabutan,” tuturnya.

Dengan Perpres 191/2014, pemerintah sebenarnya ingin melepaskan harga BBM pada mekanisme pasar. Itu sebabnya distribusi premium kemudian dibatasi dan dibuat langka. Khususnya di Jawa, Madura dan Bali. Buntutnya, menurut data BPH Migas, ada sekitar 1.926 SPBU di Pulau Jawa, Madura dan Bali yang tidak lagi menjual Premium.

Wakil Ketua Gerindra itu menambahkan, pemerintah tidak hanya membuat langka Premium. Pemerintah bahkan sempat mewacanakan menghapus Premium dan menggantinya dengan Pertalite. Jenis BBM yang hingga kini tak pernah jelas formulasi harganya.

“Tapi, kenyataannya, baik Premium maupun Pertalite masih sama-sama dibiarkan eksis,” tukas Fadli.

Anehnya, menjelang mudik Lebaran kemarin, aturan pembatasan distribusi premium tadi diubah lagi oleh Perpres 43/2018. Kini SPBU di Jawa, Madura, dan Bali boleh kembali menjual premium. (arkan.ak/rmol)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker