Hizbullah Tak Gentar Didesak Pelucutan Senjata: “Kami yang Diserang, Kami Bertahan”
Abadikini.com, BEIRUT – Gerakan Hizbullah kembali menegaskan sikap kerasnya tidak akan menyerahkan satu pun senjata yang mereka anggap vital untuk pertahanan Lebanon.
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, menegaskan pada Selasa (11/11) bahwa senjata tersebut adalah “garansi hidup” bagi rakyat Lebanon menghadapi agresi Israel yang disebutnya terus berlangsung.
“Kami tidak akan menyerahkan kemampuan kami untuk membela diri. Kami yang diserang, dan kami akan bertahan. Segala sesuatu lebih baik daripada menyerah dan kami yakin akan menang,” ujar Qassem.
Ia menuding Israel sengaja menekan dan mengintimidasi Lebanon untuk melemahkan gerakan perlawanan, namun menegaskan tekanan itu tidak akan mengubah pendirian Hizbullah.
“Mereka ingin memusnahkan kami. Kami menghadapi ancaman eksistensial, jadi kami berhak melawan,” tegasnya.
Sikap keras Hizbullah muncul di tengah meningkatnya ketegangan internal antara kelompok itu dan pemerintah Lebanon.
Sehari sebelumnya, Presiden Lebanon Joseph Aoun menyerukan agar angkatan bersenjata Lebanon memperkuat kemandirian dalam menjaga kedaulatan negara dan menegakkan otoritas pemerintah, tanpa bergantung pada kelompok bersenjata non-negara.
Pada 6 November, Hizbullah juga mengirim surat terbuka kepada pimpinan Afghanistan, menyerukan persatuan dunia Islam untuk menghentikan agresi Israel — bukan bernegosiasi yang, menurut mereka, justru akan melemahkan posisi Beirut.
Kelompok itu turut mengecam rencana pemerintah Lebanon yang ingin memonopoli kepemilikan senjata di bawah kendali negara, karena dinilai berpotensi melemahkan sistem pertahanan nasional di tengah ancaman berkelanjutan dari Tel Aviv.
Sementara itu, Beirut terus menuding Israel melanggar kedaulatan Lebanon, meski gencatan senjata sudah disepakati sejak November 2024. Militer Israel dilaporkan masih menempati lima titik strategis di Lebanon selatan, termasuk bagian utara desa Ghajar — wilayah yang menurut pemerintah Lebanon masih dalam status pendudukan, bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701.



