Meningkatkan Pajak Daerah Dengan Cara Yang Humanis dan Adaptif

Leo Fernando, Ketua KADIN Belitung Timur

Abadikini.com – Menanggapi pemberitaan salah satu harian online tentang Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Wilayah II, Andi Purwana mendatangi tiga restoran dan satu hotel di Tanjungpandan Belitung, Rabu (12/10/2022), melalui tulisan ini saya selaku Ketua Kadin Belitung Timur ingin menyampaikan beberapa pandangan sekaligus kritik sehubungan dengan kejadian tersebut.

Walaupun yurisdiksi nya berbeda wilayah karena terjadi di Kabupaten tetangga, tetapi seringkali kejadian ini sering diikuti pula oleh Kabupaten sebelahnya lagi (Beltim) selaku saudara lebih muda.

Dalam ilmu hukum ada asas ultimum remidium, bahwa di Indonesia hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir penegakan hukum. Hendaklah di dahulukan hukum administrasi dan perdata sebelum diterapkan hukum pidana.

Oleh karena itu penulis menyambut baik dan mendukung langkah Kejaksaan Tinggi Propinsi Babel yang mengedepankan Restorative Justice sebelum langkah pemidanaan di lakukan.

Pajak dan retribusi sebenarnya adalah dua hal yang berbeda dalam ilmu Perpajakan. Tetapi kita seringkali latah dengan menamakan setiap pungutan negara itu sebagai pajak. Pajak adalah pungutan dari Pemerintah Pusat kepada wajib pajak tanpa balas jasa langsung. Sedangkan retribusi adalah pungutan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah atas sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin yang dinikmati langsung oleh orang pribadi atau wajib pajak badan. Contoh retribusi ini adalah pajak hiburan, reklame, restoran, bioskop, parkir, kendaraan bermotor, dan lain sebagai nya.

Oleh karena itu pajak dan retribusi bersifat administratif dan perdata. Tetapi dapat pula menjadi ranah pidana karena menyangkut uang negara. Dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) telah diatur bahwa penyidikan terhadap wajib pajak dapat dihentikan oleh Dirjen Pajak jika setuju membayar sanksi atau denda sebesar maksimal 400% dari utang pajak.

Dalam hukum pajak di Indonesia, berlaku asas Self Assesment. Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri ke kas negara.

Apa yang dihitung, dibayar,dan dilaporkan oleh wajib pajak hendaknya dianggap benar oleh Pemerintah seperti halnya asas praduga tak bersalah. Seseorang hendaknya dianggap tidak bersalah sampai pengadilan memutuskan dia bersalah secara berkekuatan hukum tetap (inkraacht).

Tindakan aparatur negara yang membawa petugas KPK seakan menakut-nakuti pengusaha (wajib pajak). Cara-cara ini mirip dilakukan oleh Pemerintah zaman Orde Baru yang membawa militer untuk melakukan tindakan pemaksaan kepada masyarakat.

Walaupun mungkin mengatasnamakan tindakan pencegahan oleh Satgas KPK, tetapi penulis memandang hal ini bukanlah cara yang elok. Akan lebih baik jika dilakukan sosialisasi dan cara-cara lainnya yang persuasif dibanding dengan cara represif terselubung seperti ini.

Tugas pokok KPK yang kita pahami bersama adalah menindak penyelenggara negara yang melakuan korupsi. Melakukan tindakan supervisi (pencegahan). Nilai korupsinya pun ditentukan diatas 1 Milyar.

Oleh karena itu yang sering diblow up di media adalah tindakan OTT yang nilainya jauh di bawah 1 milyar. Pengusaha yang melakukan kolusi, suap, dan gratifikasi barulah KPK bisa menindaknya. Tindakan Satgas KPK kemarin memberi kesan seolah-olah swasta bisa di tangkap KPK karena bayar pajaknya tidak benar.

Sangatlah betul bahwa Pemerintah Daerah membutuhkan peningkatan PAD, penulis tentu sangat mendukung hal ini. Lebih baik jika dilakukan digitalisasi sistem pembayaran retribusi daerah, sehingga wajib pajak mudah untuk melakukan pembayaran di manapun, tidak perlu antri berjam-jam hanya untuk membayar retribusi di kantor jalan Sriwijaya Tanjung Pandan seperti yang pernah saya alami sendiri.

Selain itu Kepala Dinas Pendapatan Daerah juga kurang adaptif dalam menentukan besaran retribusi. Sebagai contoh pembayaran pajak sarang burung walet ditentukan dengan nilai batas atas, tanpa menimbang perbedaan kualitas hasil panen walet setiap rumah adalah berbeda. Janganlah dihitung pukul rata dengan perhitungan tarif atas dam dibayar setiap bulan. Kenyataan dilapangan burung walet tidaklah menghasilkan sarang setiap bulan.

Oleh karena itu saya menyarankan lebih baik apatur negara menempuh cara yang lebih humanis dan adaptif dalam meminta pendapatan daerah kepada wajib pajak. Bukan dengan cara seperti official assesment yang sudah lama ditinggalkan oleh Pemerintah terdahulu.

Oleh: Leo Fernando SE., Ak
Ketua KADIN Belitung Timur

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker