Curahan Hati Kelurga Pasien Corona yang Meninggal

Abadikini.com, JAKARTA – Agus Langgeng mengungkapkan kepedihan hatinya di Facebook, Minggu, 15 Maret 2020, tentang meninggalnya kakak ipar karena tertular virus corona. Lebih menyakitkan bagi keluarga karena ketidakjelasan dari pihak berwenang mengenai prosedur penanganan korban Covid-19.

Berikut Curahan Hati Agus Langgeng yang dikutip Abadikini.com dari laman Facebook-nya.

SUNGGUH malang nasib abang ipar kami. Bukan karena istrinya mengembuskan napas terakhir, Sabtu malam lalu. Tapi, kesedihan itu menjadi berlipat, lantaran penyebab kematiannya. Kakak ipar kami tertular virus Corona.

Entah di mana ia tertular, toh itu menjadi tak penting lagi. Done is done. Nasi sudah menjadi bubur. Kami seluruh keluarga sudah ikhlas menerimanya. Sama seperti 3 minggu yang lalu, saat menerima kabar kematian istri saya. Kakak ipar nomor dua, juga kami relakan pergi.

Sebagai warga negara yang baik – abang ipar kami pensiunan polisi – yang berusaha taat hukum, seluruh keluarga berusaha mematuhi protokol. Tata cara memperlakukan jenazah, termasuk bagi seluruh keluarga yang mesti patuh menjalani seluruh aturan.

Tapi apa lacur, semua itu tak mudah dijalani. Tidak segampang seperti para pengambil keputusan, yang acap tersimak berbicara di televisi. Bayangkan, tatkala kakak diisolasi di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), tahu-tahu abang kami mendapati kakak sudah tak bernyawa dengan seluruh slang dan alat bantu napas yang sudah terlepas.

Oke, mungkin kakak dengan sadar atau tanpa sengaja mencopotnya. Cuma yang kami sesalkan, mengapa di ruang isolasi itu tak dijaga. Bahkan oleh seorang perawat sekalipun. Yang boleh jadi, bisa mencegah kakak berontak pada saat melepas slang dan alat bantu.

Virus Corona bedebah yang memperburuk penyakit diabetes kakak, pada faktanya juga menambah persoalan menjadi kian rumit dan keruh. Saat dinyatakan positif, seyogyanya pihak rumah sakit dan pemerintah yang paling berkepentingan terhadap pandemi itu, memberikan panduan dan membantu mengurus jenazah. Tapi nyatanya, pihak keluarga yang aktif menghubungi pun, kesulitan bukan main. Berkali-kali ditelepon tidak diangkat. Bukankah di masa seperti sekarang ini, pihak Dinas Kesehatan mestinya bersiaga penuh?

Saat berhasil dihubungi, mereka justru meminta keluarga yang datang ke Cideng – mereka mengaku di situ kantornya. Sementara alamat rumah duka ada di Jakarta Selatan. Dan sesudah sekian lama ditunggu, bukannya petugas yang datang ke rumah, tapi kiriman plastik untuk membungkus jenazah serta petinya.

Ah, luar biasa negeri ini. Menghadapi virus Corona yang menakutkan di seluruh dunia itu, sungguh tak serius. Lagi-lagi keluarga mengalah, dikerjakan sendiri wrappingnya. Sikap yang sama pun kami tunjukkan saat permintaan istri untuk mendonorkan matanya tiga minggu lalu, yang akhirnya gagal lantaran dokter yang dijanjikan bank mata tak nongol batang hidungnya.

Persoalan tak berhenti di situ. Justru yang menurut kami paling krusial untuk mencegah penularan wabah itu, juga tak ditanggapi. Kami sekeluarga yang pernah melakukan kontak langsung harus memeriksakan diri kemana? Sejumlah upaya dilakukan, namun hingga kini belum ada hasil yang pasti.

Padahal, seluruh pelayat yang datang sudah diminta pergi – untuk mencegah penularan yang lebih masif. Termasuk seluruh keluarga, yang tak bisa melihat atau mengantarkan kakak tercinta untuk terakhir kalinya.
Saya tak bisa membayangkan betapa pedih dan remuknya perasaan abang kami sekeluarga. Ditinggalkan orang tercinta, tanpa mendapatkan penghiburan dari orang-orang yang mencintainya. Semua itu pastilah dengan berat hati mereka lakukan, agar Corona laknat itu tak meluas penyebarannya.

Bang Alexander Barus, Erika Martyala Barus, Ghita Dit dan Yoyok, kami semua bersaudara mendoakan dan merasakan kesedihan kalian yang dahsyat. Tapi kami meyakini, kakak/mama, sudah bahagia bersama Eveline Erina, istri/bibi kita tercinta di surga.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker