Erdogan Beri Ultimatum Terakhir ke Suriah dan Rusia Sebelum Lancarkan Operasi Militer ke Idlib

Abadikini.com, JAKARTA – Ketegangan di wilayah Idlib, Suriah semakin meningkat.

Dikabarkan, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menegaskan akan melancarkan operasi di wilayah Idlib, Suriah.

Operasi tersebut rencananya akan dilakukan pada akhir bulan Februari jika Damaskus gagal mundur di belakang posisi militer Turki.

“Operasi di Idlib sudah dekat,” kata Erdogan kepada legislator partainya di Parlemen, Rabu (19/2/2020).

“Kami menghitung mundur, kami membuat peringatan terakhir kami,” tambah Erdogan yang dikutip dari Al Jazeera.

Diketahui, Rusia dan sekutu utama pemerintah Suriah yang telah berperang selama sembilan tahun memberi tanggapan.

Mereka menanggapi dengan mengatakan serangan Turki terhadap pasukan Suriah di Idlib akan menjadi skenario terburuk.

“Jika kita berbicara tentang operasi terhadap otoritas resmi Republik Suriah dan angkatan bersenjata Republik Suriah,” kata Sekretaris Pers Kremlin Dmitry Peskov.

“Ini tentu saja akan menjadi skenario terburuk,” tegasnya.

Lebih jauh, Ankara yang mendukung beberapa kelompok pemberontak di Suriah barat laut telah marah.

Amarah Ankara tersulut sejak serangan pemerintah Suriah belum lama ini di provinsi Idlib selama dua minggu yang menewaskan 13 personil militer Turki.

Masalah Waktu

Erdogan mengatakan, dalam negosiasi dengan Rusia terkait kubu pemberontak yang tersisa di Suriah telah gagal.

Rencananya, negosiasi tersebut dilaksanakan untuk mengakhiri kesepakatan dan memperingati operasi militer.

Erdogan menegaskan, hal tersebut hanyalah masalah waktu.

Ia menegaskan, Turki bertekad untuk menjadikan Idlib sebagai zona aman, tanpa peduli biayanya.

Bahkan, lebih jauh ketika negosiasi berlanjut dengan Rusia yang merupakan pendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

“Kami tidak akan menyerahkan Idlib kepada rezim Suriah, yang tidak memahami tekad negara kami,” tegas Erdogan.

Pernyataan Erdogan datang ketika pasukan yang setia kepada al-Assad menekan ofensif di wilayah pemberontakan besar terakhir di negara tersebut.

Diketahui, sekira 900 ribu orang terusir dari rumah dan tempat berlindung mereka dalam waktu kurang dari tiga bulan.

Termasuk, 500 ribu anak-anak sejak pasukan pemerintah Suriah memperbarui serangan di wilayah tersebut.

Pernyataan Erdogan itu juga diketahui datang setelah PBB memperingatkan eksodus besar-besaran di Suriah barat laut sebagai bencana kemanusiaan.

Masih dikutip dari Al Jazeera, hampir 300 warga sipil tewas dalam serangan tahun ini.

Berdasar penuturan Kepala Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, sekira 93 persen kematian disebabgkan oleh pasukan Suriah dan Rusia.

Janji al-Assad

Presiden Turki, al-Assad pada Ahad (16/2/2020) ini berjanji untuk melanjutkan ofensif.

Ia mengatakan perang belum berakhir tetapi kemenangan sudah di depan mata.

Perlu diketahui, pada September 2018 lalu, Turki, Rusia, dan Iran yang merupakan pemain internasional utama dalam konflik sepakat mengubah Idlib menjadi zona de-eskalasi.

Di mana zoza tersebut menolak tindakan agresi.

Sementara, semua pihak diizinkan untuk mendirikan pos pengamatan militer di wilayah tersebut.

Namun, lebih jauh, semua pihak telah saling menyalahkan karena melanggar ketentuan perjanjian.

Terkait hal tersebut, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov buka suara.

Ia mengatakan dalam konferensi pers pada Rabu (19/2/2020), pasukan pemerintah Suriah telah menegakkan perjanjian sebelumnya di wilayah tersebut/

Lavrov menegaskan serangan pemberontak terhadap pasukan Suriah dan Rusia di Idlib terus berlanjut.

Menahan Diri

Pekerja bantuan Suriah mengeluarkan seruan mendesak pada Rabu (19/2/2020).

Seruan tersebut untuk gencatan senjata dan bantuan internasional bagi hampir satu juta orang yang mengungsi dari serangan.

Pada konfersi pers di Istanbul, Aliansi LSM Suriah mengatakan, kamp-kamp yang ada sudah penuh sesak.

Warga sipil terpaksa tidur di tempat terbuka di tengah musim dingin.

“Kami menghadapi salah satu krisis perlindungan terburuk dan sedang berurusan dengan gerakan masa pengungsi (orang-orang terlantar) yang tidak punya tempat tujuan,” terang Aliansi LSM Suriah dalam sebuah pernyataan.

Mereka, tambahnya, melarikan diri dan mencari keselamatan hanya untuk mati dengan kondisi cuaca ekstream dan kekurangan sumber daya.

Diketahui, berdasar data UNICEF, lebih dari 500 ribu anak terlantar dan 77 anak telah tewas atau terluka.

“Situasi di barat laut tidak dapat dipertahankan, bahkan oleh standar suram Suriah,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore.

“Anak-anak dan keluarga terjebak di antara kekerasan, hawa dingin yang menggigit, kekurangan makanan, dan kondisi kehidupan yang menyedihkan,” katanya.

“Sudah waktunya bagi senjata untuk diam, dan kekerasan berhenti sekali dan untuk semua,” tambahnya.

Pesan Simbolik

Sebuah penerbangan komersial Suriah mendarat di bandara Aleppo pada Rabu dari Damaskus.

Penerbangan tersebut menandai dimulainya kembali penerbangan internal antara dua kota terbesar Suriah untuk pertama kalinya sejak 2012.

Penerbangan tersebut membawa para pejabat dan jurnalis Suriah merupakan pesan simbolis dari pemerintah al-Assad.

Beberapa hari setelah pasukannya mengkonsolidasikan kontrol atas provinsi barat laut Aleppo dan merebut segmen terakhir dari jalan raya M5 strategis yang menghubungkan Aleppo ke Damaskus.

Jalan raya antara dua kota terbesar Suriah sedang diperbaiki.

Dijadwalkan akan dibuka kembali dalam beberapa hari mendatang, untuk pertama kalinya dalam delapan tahun.

Penerbangan Suriah mendarat di bandara Aleppo setelah penerbangan 40 menit dari Damaskus dan diterima di darat oleh band militer di landasan.

Sumber Berita
Tribunnews

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker