Iuran BPJS Kesehatan Naik, Warga: Kami Pasrah dan Jika Dipenjara Kami Siap

Abadikini.com, NTT- Kementerian Keuangan resmi menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran untuk setiap kategorial itu pun dipastikan berlaku Januari 2020 mendatang. Untuk kenaikan itu, pemerintah menetapkan jumlah wajib yang harus dibayar masyarakat setiap kategorinya.

Untuk pemegang kepesertaan kelas I, akan dikenakan iuran per bulan Rp160.000 dari sebelumnya Rp80.000. Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Tinggi nian kenaikan iuran itu.

“Kami hanya bisa pasrah. Ini keputusan pemerintah. Jika mentok membayar iuran dan harus disanksi hukum pun kami tetap pasrah. Ini adanya kami,” ungkap Arnoldus (49) seorang warga di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam bincangnya dengan wartawan terkait rencana kenaikan BPJS Kesehatan yang nilainya hingga 100 persen tersebut.

Bapak satu anak yang hanya bekerja sebagai buruh ini, mengaku ikut dalam kepesertaan BPJS kelas III. Artinya pada setiap bulan ia harus merogoh koceknya melunasi iuran wajib Rp25.500 dikali 3 menjadi Rp76.500. Itu pun jika tak jadi dinaikan pemerintah menjadi Rp42.000.

Jika benar menjadi Rp42.000, maka setiap bulan dia harus melunasi Rp126.000. Berat memang, jika uang senilai itu harus rutin keluar pada setiap bulan. Belum lagi harus keluarkan sejumlah nilai uang untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari dalam rumah tangga.

“Anak perempuan saya baru saja masuk SMP. Banyak memang kebutuhan di awal tahun ajaran ini, tapi mau bagaimana lagi,” tuturnya sedikit lirih seperti dikutip dari okezone 

Jika dikasi pilihan, kata Arnoldus, dia tak akan memilih masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan yang dinilai cukup memberatkan. “Toh kalau sakit pun kartu BPJS itu pun sulit diklaim. Masih ada banyak rumah sakit yang mendahulukan pelayanan bagi pasien yang berbayar tunai, dari pada kami yang menggunakan BPJS. Itu pengalaman yang saya dengar di daerah ini,” katanya.

Pun jika rumah sakit mau melayani pasien pemegang BPJS, yang didahulukan pasien berklasifikasi kelas I dan II. “Ada pembedaan memang soal kewajiban iuran, namun setidaknya pelayanan medis untuk sebuah kemanusiaan haruslah tetap adil,” sambungnya.

Sekali lagi, Arnoldus hanya bisa berpasrah dan lagi mengatakan akan sulit memenuhi kewajiban iuran per bulannya. “Kalau lambat alias tunggak lalu ada yang datang tagih ke rumah, ya saya pasrah saja. Kalau mau disanksi penjara pun saya siap. Inilah kondisi kami,” katanya.

Hampir senada, warga lainnya Frans Bapa Tokan, mengaku kenaikan 100 persen iuran BPJS Kesehatan sangat memberatkan. Namun, dirinya mengaku pasrah dan siap mengikuti apa yang sudah menjadi garis kebijakan pemerintah tersebut.

Seorang pegawai swasta yayasan ini meminta pemerintah untuk segera melakukan perbaikan pelayanan di pusat layanan dan rumah sakit.

Masih ada banyak hal soal pelayanan yang tak mampu memberi kenyamanan bagi warga yang memanfaatakan BPJS. Bahkan sampai bisa disebut merugikan pengguna BPJS Kesehatan tersebut.

Pemegang keanggotaan iuran kelas I ini bahkan pernah mendapatkan pelayanan yang sangat buruk. “Bagaimana saya setiap bulan membayar iuran kelas I tapi saat pelayanan di rumah sakit saya dilayani kelas II bahkan kelas III. Alasan karena ketiadaan ruangan kelas I. Ini kan aneh dan sangat fatal. Kami bayarnya kelas I tapi dapat layanan kelas III,” katanya.

Bisa dibayangkan, lanjut dia, bagaimana pelayanan yang dialami pemegang kelas III atau peserta bantuan iuran (PBI) yang akan dibayarkan pemerintah. Itu pasti lebih buruk. “Dan memang fakta lapangan yang ditemui seperti itu. Masih ada yang diabaikan dalam pelayanan,” katanya.

Menurut dia, pemerintah seharusnya memperbaiki dahulu pelayanan yang menjadi obyek iuran ini diterapkan. Janganlah malah mengedepankan kenaikan iuran sebagai kewajiban masyarakat, tetapi pelayanan di rumah sakit masih amburadul.

“Memang berat tiap bulannya saya harus keluarkan anggaran Rp400 ribu. Kalau naik maka harus Rp800 ribu setiap bulan. Namun pelayanan yang saya dapat masih jauh dari aspek layanan berkemanusiaan,” katanya.

Setidaknya keluhan dua warga ini bisa menjadi bahan bagi pemerintah mempertimbangkan kebijakan penaikan iuran wajib BPJS Kesehatan. Apa yang dialami Arnoldus dan Frans Bapa di Kupang, NTT diyakin sama dan sebanding yang dialami warga lain di seantero negeri yang disebut Indonesia ini. Apakah akan tetap naik?

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker