Polisi Nilai Permohonan Ganti Rugi Pengamen Cipulir ‘Basi’

Abadikini.com, JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan empat pengamen di Cipulir, Jakarta Selatan yang jadi korban salah tangkap kepolisian. Sidang ini beragendakan mendengarkan kesimpulan dari pemohon dan termohon, yakni Kepolisian RI, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kementerian Keuangan.

Kuasa hukum Polda Metro Jaya (PMJ) selaku termohon I, AKP Budi Novianto meminta hakim tunggal praperadilan menolak permohonan yang diajukan empat pengamen Cipulir. Hal ini karena permohonan ganti rugi tersebut sudah kedaluwarsa.

“Berkesimpulan bahwa gugatan praperadilan ganti kerugian yang diajukan para pemohon adalah tidak tepat dan kabur. Maka termohon I memohon hakim praperadilan untuk menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (26/7).

Mengutip dari CNN, Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 PP nomor 92 tahun 2015 permohonan ganti kerugian sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP, kata Budi, hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak salinan putusan pengadilan yang diperoleh kekuatan hukum tetap diterima.

Pihak Polda Metro sendiri mengaku sudah menerima petikan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung 131/PK.Pidsus/2015 dari PN Jaksel pada 19 Januari 2016.

“Maka permohonan praperadilan yang diajukan para pemohon dinyatakan kedaluwarsa sehingga para Termohon I menolak permohonan pemohon. Memohon kepada hakim praperadilan untuk menolak para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Budi.

Di sisi lain, pengacara publik LBH Jakarta, Oky Wiratama selaku kausa hukum para pemohon meminta hakim tunggal praperadilan mengabulkan permohonannya, yaitu ganti rugi atas kasus ini.

“Menolak seluruh eksepsi termohon I termohon II dan turut termohon. Menerima permohonan ganti kerugian para pemohon. Dalam pokok perkara, menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Oky saat membacakan kesimpulan.

Berbeda dengan polisi, Oky menilai para pemohon berhak mendapat ganti rugi karena permohonan tersebut belum kedaluwarsa berdasarkan PP 92/2015. Ia juga mengaku baru menerima salinan Putusan MK Mahkamah Agung Nomor 131/PK/Pid.Sus/2015 pada tanggal 25 Mei 2019, bukan 11 Maret 2016 seperti yang didalilkan Polda Metro Jaya pada jawabannya.

“Para pemohon telah sesuai dalam mengajukan permohonan praperadilan yakni tiga bulan sejak petikan atau Salinan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (diterima),” kata Oky.

Oky lebih jauh mengatakan tindakan penyiksaan terhadap para korban salah tangkap bertentangan dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvenan menentang penyiksaan dan perlakuan atau merendahkan martabat manusia.

Oky menambahkan polisi juga terbukti melakukan penyiksaan terhadap para korban salah tangkap yang dijabarkan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam putusan PK No:131/PK/Pid.Sus/2015.

“Oleh karenanya jelas terbukti bahwa termohon I melakukan penyiksaan terhadap para pemohon yang masih anak-anak, maka kiranya hakim praperadilan mengabulkan tuntutan ganti kerugian karena para pemohon yang anak-anak telah mengalami penyiksaan,” tambahnya.

Pun demikian, Oky juga menyatakan permohonannya tidak salah alamat terhadap termohon 2 yakni Kejaksaan Agung dalam hal ini Kejati DKI Jakarta. Termasuk terhadap termohon 3, yakni Kemenkeu sebagai pihak yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran ganti rugi sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 Jo Pasal 11 PP 92 Tahun 2015 Jo PP 27 Tahun 1983.

Editor
Irwansyah

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker