Petaka di Partai Berlogo Ka’bah, Siapa Pengganti Romahurmuziy?

Abadikini.com, JAKARTA – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali diguncang prahara serius jelang pemilu. Sang ketua umum, Romahurmuziy (Romi) terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Surabaya, Jumat pekan lalu. Romi disebut terlibat jual beli jabatan di Kementerian Agama yang dipimpin oleh Kader PPP Lukman Hakim Saifuddin. Padahal, Pemilu serentak 2019 tinggal satu bulan lagi.

Kejadian ketua umum terbelit kasus korupsi di KPK bukan kali ini saja. Jelang Pemilu 2014 lalu, sang ketua umum yang saat itu dijabat Suryadharma Ali, juga harus berurusan dengan lembaga antirasuah.

Romi telah resmi dipecat oleh DPP PPP. Untuk jabatan ketua umum sementara dipimpinan Suharso Monoarfa sebagai pelaksana tugas (plt). Partai berlambang Kabah itu akan segera menggelar Mukernas membahas kasus yang membelit Romi.

Wakil Ketua Umum PPP Fernita Darwis menegaskan, DPP PPP ingin melihat respons pengurus daerah dalam menanggapi prahara yang tengah mengguncang partainya tersebut.

“Kita kompromikan dulu, kita persiapkan (Mukernas), kapan waktunya yang tepat, Insya Allah dalam waktu dekat,” kata Fernita saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (18/3).

Fernita menegaskan, Mukernas bukan sebagai ajang memilih ketua umum pengganti Romahurmuziy. DPP PPP hanya ingin meminta pandangan kepada para pengurus provinsi dan kabupaten/kota terkait persoalan yang tengah dihadapi saat ini.

Meski demikian, dia tak menutup kemungkinan hasil Mukernas tersebut akan membawa PPP menggelar Muktamar Luar Biasa dalam memilih ketua umum baru pengganti Romi.

“Enggak bisa (berandai-andai), kan nantikan setiap DPW punya hak suara. Pokoknya kita membahas tentang Plt ketum. Nanti kita lihat apakah ada pembahas lain? Kan belum tahu. Itu dinamis nanti,” jelas Fernita.

Fernita enggan berspekulasi soal kemungkinan Mukernas akan membahas Muktamar luar biasa. Dia menekankan, agenda awal mukernas adalah menetapkan plt. Sementara DPP PPP sudah menentukan bahwa plt dijabat oleh Suharso Monoarfa.

“Kita enggak bisa bicara mungkin-mungkin bagaimana, kan pasti ada sebuah alasannya apa (kalau Muktamar luar biasa)? Kan nanti kita bahas dulu,” jelas Fernita.

Fernita juga enggan menyebutkan calon-calon kuat ketua umum PPP nantinya. Dia menegaskan kembali, saat ini plt ketua umum dijabat oleh Suharso. Keputusan Suharso itu nantinya akan dibahas dalam Mukernas.

Dia hanya merasa yakin, PPP sebagai partai yang sudah berpengalaman di pemilu, tidak akan berdampak banyak dari kasus yang menimpa Romahurmuziy tersebut.

Sementara itu, keputusan menunjuk Suharso Monoarfa sebagai Plt Ketua Umum PPP dianggap melanggar AD/ART partai. Sebab, dalam pasal 13 ayat (1) di ART DPP PPP, jabatan Plt hanya bisa diisi oleh wakil ketua umum. Dalam struktur PPP, Suharso ditulis sebagai ketua pengganti di bawah Romahurmuziy.

Bunyi pasal tersebut: “Dalam hal terjadi lowongan jabatan Ketua Umum karena ketentuan Pasal 11 ayat (1), jabatan tersebut hanya dapat diisi oleh Wakil Ketua Umum yang dipilih dalam rapat yang dihadiri Pengurus Harian DPP, Ketua Majelis Syari’ah DPP, Ketua Majelis Pertimbangan DPP, Ketua Majelis Pakar DPP, dan Ketua Mahkamah Partai untuk dikukuhkan pada Musyawarah Kerja Nasional”.

“Secara ART, ya (Suharso) tidak bisa (jadi Plt),” kata Politikus Senior PPP, Akhmad Muqowam.

Dalam struktur PPP di bawah Romahurmuziy, wakil ketua umum dijabat oleh Mardiono, Fadli Nurzal, Amir Uskara, Arwani Thomafi, Fernita Darwis, Wardatul Asriah, Reni Marlinawati, Tamam Achda, Anita Prihapsari, Ermalena Muslim, Mansyur Kardi.

Muqowam sendiri pernah maju bersaing dengan Suryadharma Ali dalam Muktamar PPP pada 2011 lalu. Tapi kalah, Suryadharma sukses memimpin, sebelum akhirnya ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK pada 2014.

Muqowam tak mau membeberkan siapa usulannya sebagai plt ketua umum PPP. Tapi, dia menegaskan, tidak berminat memimpin partai berlogo Ka’bah tersebut.

Terkait hal ini, Suharso memilih irit bicara. Menurut dia, posisinya tidak dalam menahan serangan.

“Sudah dijawab oleh Sekjen (Arsul Sani). Tolong hubungi Sekjen. Sesuai AD/ART prosesnya. Saya tidak dalam posisi men-defence,” kata Suharso kepada Liputan6.com, Senin (18/3).

Suharso juga enggan menjelaskan, jika terpilih sebagai Ketum definitif dalam waktu dekat, bisa membawa partai berlambang Ka’bah ini melewati mulus jalannya Pemilu 2019, yang hitungannya sebulan kurang. Dirinya menyerahkan sepenuhnya Arsul Sani untuk menjawabnya.

“Ini juga teruskan ke Sekjen ya,” pungkasnya.

Sementara itu, Wasekjen PPP Achmad Baidowi mengatakan, penunjukan Suharso sebagai plt ketua umum bukan sembarang. Tapi hal itu atas pertimbangan dari KH Maimoen Zubair alias Mbah Moen yang disepakati oleh Mahkamah Partai.

“Penunjukan Suharso berawal dari fatwa Ketua Majelis Syariah KH. Maimoen Zubair yang kemudian dikukuhkan dengan pendapat hukum Mahkamah Partai. Terbitnya pendapat hukum Mahkamah Partai tersebut merupakan terobosan hukum untuk mengatasi kebuntuan aturan, mengingat para waketum yang salah satunya seharusnya menjadi Plt Ketum lebih memilih mengikuti fatwa Kiai Maimoen Zubair,” ungkap pria yang akrab disapa Awiek ini.

Petaka Partai Ka’bah bukan hanya karena dua ketua umumnya terbelit hukum di KPK. Tapi juga urusan pilihan politik, partai berwarna hijau itu juga sempat terbelah. Medio 2014, pasca kekalahan mendukung Prabowo-Hatta, internal PPP bergolak.

Romahurmuziy dan Djan Faridz berseteru. Romi ingin membawa partai bergabung dengan Jokowi-JK. Sementara Djan ingin tetap berada di luar pemerintahan, loyal bersama koalisi Prabowo yang di dalamnya ada Gerindra dan PKS.

Dualisme kepengurusan pun terjadi di partai ini. Jalur hukum melalui PTUN ditempuh kedua belah pihak. Romi dan kubunya lewat mukmatar Pondok Gede yang dihadiri oleh Presiden Jokowi sukses mendapatkan SK kepengurusan dari Kemenkum HAM.

Djan Faridz tak mau kalah, tetap mengklaim berhak atas kepengurusan PPP. Bahkan sampai berebut kantor DPP PPP yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Belakangan, Djan menyerahkan kursi ketua umum versi muktamar Jakarta kepada Humphrey Djemat.

Hingga berujung pada petaka ditangkapnya Romi oleh KPK. Kubu Humphrey merasa mendapatkan angin segar.

“Musibah ini tentu akan mencoreng nama baik dan marwah PPP. Jadi dalam hal ini yang tercoreng nama baiknya bukan hanya saudara Romahurmuziy, namun juga PPP secara organisasi,” ujar Humphrey.

Menurutnya, hingga saat ini hasil survey selalu menunjukan PPP selalu di bawah 4 persen ambang batas parlemen. Kondisi ini, menjadi ujian berat bagi para caleg PPP, karena dukungan masyarakat khususnya konstituen PPP bisa semakin berkurang.

Namun, Humphrey tetap berharap masyarakat bisa memisahkan antara perbuatan melanggar hukum dari organisasi dengan individual. Walaupun itu dilakukan oleh seorang Ketua Umum parpol.

“PPP tidak boleh hilang dalam sejarah karena ini termasuk partai yang mewadahi aspirasi umat Islam juga merupakan partai warisan para ulama,” kata dia.

Humphrey sebagai Ketum PPP versi Muktamar Jakarta berjanji dan memberikan komitmen nya untuk mengubah parpol ini menjadi lebih baik, menjadi lebih bersih dari praktek KKN dan juga lebih memperjuangkan kepentingan umat.

“Saya meminta dan mengajak kepada seluruh kader PPP agar bersama-sama menata kembali PPP ke depannya lebih baik dan bersih. Kejadian musibah ini merupakan teguran Allah agar PPP introspeksi dan berakhlak karimah, serta menjauhi perpecahan yang selama ini berlangsung cukup lama. Ini saatnya kita menyatukan diri,” tegas Humphrey.

 

Editor
Irwansyah
Sumber Berita
Merdeka

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker