Perang Kata: Politik Picisan Miskin Prestasi

Kekuasaan bagai magnet yang membius para penggembira politik untuk duduk di kursi kekuasaan. Terlebih menjelang pemilu, tensi persaingan semakin tinggi.

Berebut dukungan jadi tradisi, hingga beragam cara dilakukan demi menggapai bongkahan materi. Tak ketinggalan turut berpartisipasi film ‘A Man Called Ahok’ yang menceritakan kisah masa kecil Ahok, dan film tentang percintaan Hanum dan Rangga yang menjadi kental aroma politik seolah jadi ajang tanding kekuatan para pendukung. 

Belum lagi munculnya fenomena  ‘Sontoloyo’ dan ‘Genderuwo’ semakin menambah panas suhu persaingan.

Seperti dilansir CNN Indonesia bahwa Presiden Joko Widodo yang juga calon presiden petahana, beberapa waktu belakangan kerap membuat kejutan untuk publik dengan pernyataan frontal dalam pidatonya. Jokowi mengingatkan masyarakat akan bahaya politikus sontoloyo. Menurutnya politikus sontoloyo mempengaruhi masyarakat dengan isu-isu tak jelas. Namun mantan walikota Solo itu tidak menyebut siapa politikus sontoloyo yang ia maksud.

Sungguh sangat disayangkan, dari banyaknya isi-isu krusial yang harusnya jadi sorotan, misalnya masalah ekonomi, kesehatan, korupsi atau penegakkan hukum yang masih carut-marut, justru tampilan yang dipertontonkan adalah argumen-argumen tidak elegan dan tak berbobot, yang dengan bebas jadi konsumsi publik baik lewat media cetak ataupun elektronik.

Mirisnya, semua dilakukan oleh elit-elit politik negeri ini yang digadang-gadang akan menjadi pengatur segala  urusan rakyat.

Argumen tak berkelas para elit politik semakin menampakkan perilaku minim prestasi dan gagal dalam mencerdaskan umat, karena lebih menonjolkan sisi pencitraannya lewat politik dagelan, hanya demi mempertahankan jabatan dan kedudukannya saja dengan menghalalkan segala cara. 

Janji manis politik pun terus dinyanyikan, demi menjaga eksistensi lima tahun ke depan. Dan yang sudah pasti, rakyatlah yang akan tertipu lagi dan lagi.

Politisi berkarakter buruk, tentu lahir dari sistem yang buruk pula. Sistem demokrasi kapitalis sekuler acap kali melahirkan para politisi yang taraf berpikirnya tak politis. Jalan terjal pemilu, hanya dijadikan jembatan penyeberangan untuk  menggapai kekuasaan. Motifnya pun jelas, hanya sebatas pemenuhan urusan kantong dan perut. 

Keadaan seperti ini akan tetap menghiasi wajah negeri ini,  selama sistem sekular tetap di jabat dengan erat. Namun berbeda dengan kapitalis, Islam menawarkan solusi fundamental untuk menyelesaikan segala problem dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk mencetak politisi-politisi cerdas berkarakter mulia.

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur urusan akhirat,  tetapi juga mengatur urusan dunia secara sempurna, tak terkecuali masalah politik. Sebab berpikir politik adalah level berpikir yang tinggi. Di mana politik adalah mengatur urusan umat baik dalam maupun luar negeri. 

Kepemimpinan terbaik akan diraih dengan politik, keadilan akan ditemui dengan politik. Pun demikian kesejahteraan akan didapatkan dengan politik. Sebab Islam dan politik saling terintegrasi satu sama lain.

Pemimpin adalah amanah dan bukan sesuatu yang dapat dikomersialkan. Di samping harus cerdas, seorang pemimpin harus tahu konsekuensi dari tiap ucapan, tindakan dan juga sikap. 

Selain itu pemimpin pun dituntut untuk  mampu berpikir cemerlang, visioner, jujur, ikhlas dan amanah. Semuanya itu hanya bisa lahir dari sistem Islam yang menjadikan aqidah sebagai landasan dalam setiap perbuatan.

Sebaik-baik teladan seorang pemimpin adalah Rasulullah SAW, yang membawa sebaik-baik  risalah sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia. Dengan kecerdasan pemikiran politiknya, Beliau mampu menorehkan sebuah peradaban emas yang tidak pernah tertandingi dan belum pernah di capai oleh imperium manapun, yakni peradaban Islam.

Sebagaimana tertuang dalam Firman Allah SWT:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS al-Ahzab [33]: 21).

Keahlian Rasulullah sebagai politik ulung tidak perlu diragukan lagi, sebab sejarah telah membuktikan lebih dari empat belas abad yang lalu, bagaimana Islam dan syariatnya diterapkan untuk mengatur kehidupan manusia.

Terlebih, peran beliau selain sebagai Rasul yang mengatur urusan ukhrawi, juga sebagai kepala negara yang mengatur perkara duniawi berlandaskan syariat Islam. Setiap perilakunya senantiasa dimonitoring oleh wahyu samawi dalam menjalankan kepemimpinannya.

Cukuplah Rasulullah SAW sebagai ikon politisi cerdas yang memiliki level pemikiran tertinggi, dan tentu mustahil dilahirkan oleh sistem yang rusak dan merusak. Melainkan lahir dari sistem Islam yang agung, yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai Sang pencipta (Al khaliq) sekaligus sebagai Sang pengatur (Al Mudabbir). Wallahu a’lam bish shawwab. [***]

Oleh: Sartinah
Pemerhati Umat
Email: sartinah828@gmail.com

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker