Darah Muda, PSI dan Mitos Millenial di Pemilu 2019

Kajian Asal-asalan terhadap Fenomena Politik Kaum Millenial pada Pemilu 2019

Tersebutlah suatu kajian mengenai surplus demografi di mana kelak pada beberapa tahun ke depan, angkatan muda (kerja) dari bangsa ini akan pesat meningkat jumlahnya. Para politisi yang celaka, membaca kemungkinan demografi ini sebagai tuntutan untuk berlaku lebih ramah kepada kalangan pemuda. Berlaku ramah ini lantas diagakkan sebagai mengikuti cara, gaya dan kebiasaan para millenial’s ini.

Maka kita disuguhi akrobat para capres/cawapres juga para politisi umumnya yang tergopoh-gopoh menguber gaya kaum millenial itu. Presiden Joko yang telah berumur dan seharusnya makin bijak itu tak mau kalah dalam soal memillenial ini. Sudah banyak tingkah yang dilakukan sebagai usaha mendekatkan diri kepada kaum muda. Dari mulai naek motor sampe joget-joget dan memainkan nama-nama ikan.

Tak lupa pula Bung Sandi Uno yang meski berwajah muda sebenarnya sudah tua. Di usianya Bung Sandi seharusnya sudah lebih arif dan bijaksana, bukan bermain-main dengan pete dan sebagainya.

Merebaknya tetua politisi yang berusaha menampakkan diri muda-millenial tidak ketinggalan zaman tersebut malah menghasilkan situasi kekanak-kanakan dalam politik kita. Pandangan agak klasik ini mestinya bisa dipertahankan sedikit, sebenarnya orang tua yang harus mengajari anak muda lebih bijaksana bukan anak muda yang mengajari orang tua untuk menjadi badut. Politik seharusnya bisa menjadi sarana pendidikan, bukan sarana untuk menonton orang tua bersikap macam remaja bahkan kanak-kanak.

Keadaan ini boleh jadi disebabkan oleh menurunnya kesadaran bermusik para politisi kita. Sebagai bangsa yang tak dapat dipisahkan dari musik dangdut (dari dangdut syariat sampai dangdut koplo) seharusnya falsafah darah muda karya Yang Diperhormat Raden Haji Oma Irama tidak ditinggalkan. Kita ialah bangsa yang (sebaiknya) menjadikan Oma Irama sebagai ideologi bergoyang nasional. Capres, Cawapres, Caleg dan CPNS yang tidak tahu Oma beserta lagu-lagu masyhurnya bisa diragukan ke-Pancasilaannya. Kalau lagu Oma yang mudah diingat saja mereka tidak hapal, apalagi butir-butir Pancasila yang banyak dan susah diingat itu. Liwat sudah.

Kita bisa melihat memudarnya kepribadian bangsa kita dari melunturnya penganutan kaum muda terhadap nilai-nilai bangsa kita dalam lagu-lagu Oma. Semakin hari nampak semakin banyak pemuda yang begadang (padahal tidak ada perlunya) dan semakin sedikit pemuda yang lari pagi bersama Ani. Kemunduran bangsa semacam ini dapat ditengarai dari makin meredupnya lagu-lagu Oma di kalangan millenial dan tokoh bangsa. Kaum millenial yang tak pernah menziarahkan telinganya pada kedut-kedut ketukan kendang Soneta ialah kaum yang tak pernah mengenal beragam nilai dan falsafah bangsa yang tertuang dalam bentuk dangdut.

Pun perkara anak muda millenial itu. Pak Joko dan Bung Sandi nampaknya melupakan lagu “Darah Muda” yang sudah didendangkan Oma Irama 43 tahun yang lalu. Lagu ini mengukuhkan kemahiran Oma dalam meraba masa depan bangsa. Bonus demografi dan kehadiran mitos kaum millenial ini telah diperkirakan lelaki berhati kabah ini nyaris setengah abad yang lalu. Dan para politisi seharusnya mendengarkan apa yang didendangkan Oma ini, bukan malah terjebak dalam mitologi modern bernama millenial itu.

Darah muda darahnya para remaja
Yang selalu merasa gagah
Tak pernah mau mengalah

Lirik ini sungguh benar adanya jika melihat Tsamara Amani dan Faldo Maldini berkicuh soal data kemiskinan di televisi. Dua-duanya merasa gagah dan tak mau mengalah.  Celakanya ini kerap diikuti Fadli Zon dan Faisal Akbar, padahal mereka bukan remaja lagi, tidak millenial dan ya begitulah..,

Masa muda masa yang berapi-api
Yang maunya menang sendiri
Walau salah tak perduli

Seandainya Pak Joko dan Pak Bowo tak terjebak mitos millenial dan menyediakan telinga serta hati mereka untuk mendengarkan lirik ini, tentu kehidupan berbangsa kita tidak akan penat dengan perdebatan tak sehat.  Para pengikut fanatik cupras-capres ini kerap kali berapi-api, maunya menang sendiri dan kerap salah tapi tak peduli. Benarlah apa yang dikatan Yang Diperhormat Raden Haji Oma Irama itu.

Biasanya para remaja
Berpikirnya sekali saja
Tanpa menghiraukan akibatnya

Dan inilah rahasia utama Partai Solidaritas Indonesia, partai yang merasa paling millenial itu. Bukankan ciri kaum millenial itu malas berfikir panjang dan mendalam? Di suatu kesempatan Ridwan Kamil merumuskan falsafah pandang kaum millenial itu sebagai: Muda hura-hura, tua kaya raya, mati masuk sorga. Cuma orang yang malas berfikir dan terlalu mencandu kesenangan yang menganut pandangan hidup semacam itu. Jayalah PSI! Jayalah Mbak Grace Natalie! Enyahlah Raja Juli!

Wahai kawan para remaja
Waspadalah dalam melangkah
Agar tidak menyesal akhirnya

Wahai orang-orang PSI, waspadalah dalam melangkah agar tidak menyesal akhirnya. Segeralah bergabung dengan Partai Idaman.

Pak Joko, dengan sedikit nekat, pernah menyanyikan lagu “Darah Muda” ini pada tahun 2014, pada perayaan tahun baru. Tentu saja berduet bersama Yang Diperhormat Raden Haji Oma Irama. Mungkin karena Saeful Jamil tidak melatih Pak Joko dengan seksama dan panitia mengiringi duet Joko-Oma itu dengan petasan lagu itu terasa tak berarah dan asal-asalan. Pak Joko juga tampak mencontek lirik lagu itu di sebuah kertas. Mungkin karena grogi bersanding dengan Raja, ia tak bisa menghapal apalagi berfikir mendalam tentang lagu ini, persis seperti kaum millenial. Dan akhirnya, meski pernah menyanyikan lagu ini langsung bersama penciptanya, Pak Joko tak lepas dari sergapan mitos millenial itu. Pak Joko akhir-akhir ini kerap berapi-api, dan dengan serampangan mengucap ‘sontoloyo’ juga ‘genderuwo’. Beliau juga semakin nampak mau menang sendiri dan walau salah tak perduli. Mungkin ini pengaruh buruk Raja Juli di koalisi Joko-KH Maruf Amin.

Namun apa pun, “Darah Muda” telah menegaskan kewaskitaan Yang Diperhormat Raden Haji Oma Irama dalam memandang kebangsaan. Hadirnya kaum millenial nampak sudah diperkirakan oleh Bung Rhoma, nyaris setengah abad yang lalu.

Salam Darah Muda!

Oleh: Subhi Abdillah
Institute for Rhoma Irama Studies and Civilizations (IRISC)

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker