Perppu Terorisme Solusi Jalan Buntu Revisi UU Terorisme

Pola Serangan teror bom yang menimpa tiga gereja di Surabaya masih seperti pola-pola serangan teror bom sebelumnya yang kerap terjadi di tahun politik menjelang Pemilu (Pilkada Serentak 2018 dan jelang Pilpres 2019) (13/5).

Pelaku sepertinya juga memperhitungkan waktu serangan teror yang berlangsung tiga hari setelah hari besar umat Kristiani, Kenaikan Isa Al Masih (10/5).

Serangan teror bom Surabaya juga terjadi berdekatan setelah dengan insiden kerusuhan yang melibatkan napi teroris di Mako Brimob (9/5).

Setelah serangan teror bom yang menimpa tiga gereja di Surabaya, berselang 14 jam kemudian serangan teror bom kembali terjadi di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Minggu malam (13/5). Senin pagi (14/5) serangan teror bom kembali terjadi di Mapolrestabes Surabaya.

Dari rangkaian serangan teror bom yang terjadi selama sepekan ini di dapatkan sejumlah temuan baru yaitu pelaku serangan teror bom Surabaya masih satu keluarga. Hal ini menunjukkan adanya dua kemungkinan.

Pertama, pelaku/sel jaringan kurang memiliki kecakapan dalam hal rekrutmen anggota baru. Kedua, upaya sosialisasi, edukasi mengenai deradikalisasi yang dilakukan pemerintah sudah lumayan berhasil yang diperkuat fakta dengan pelaku serangan teror bom Surabaya sulit mendapat anggota baru yang diluar keluarganya.

Sel jaringan pelaku serangan teror di Indonesia masih memperhitungkan momentum strategis untuk melakukan serangan teror dan juga menjadikan aparat penegak hukum (polisi) sebagai musuh utamanya karena wewenang pemberantasan terorisme menjadi domain kepolisian.

Hal ini merupakan dampak dari regulasi kontra terorismr kita yang memandang terorisme sebagai tindakan pidana (penegakkan hukum) bukan ancaman terhadap kedaulatan negara sehingga menjadi wewenang Kepolisian bukan TNI. Dengan kata lain motif serangan yang ditujukan kepada anggota/markas Kepolisian adalah murni balas dendam atas keberhasilan aparat melakukan sejumlah penangkapan terhadap sel/jaringan teroris.

Langkah Jokowi yang akan segera menerbitkan Perppu Terorisme sebagai solusi atas revisi UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Terorisme yang berlarut-larut di parlemen patut diapresiasi karena kebutuhan regulasi yang andal dalam kontra terorisme mutlak diperlukan atau dengan kata lain dalam suatu kondisi yang mendesak/darurat pasca serangakain serangan teror bom sepekan belakangan.

Aksi terorisme sudah sangat tidak relevan lagi jika masih dikategorikan lagi sebagai tindak pidana namun harus diartikan sebagai sebuah perang asimetris yang mengancam kedaulatan negara, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang kerap dijadikan target serangan teror.

 


Fariz Maulana Akbar

Peneliti Perkumpulan Pemerhati Masalah Khusus Indonesia (Hatikhu Indonesia)

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker