Gugat UU Pemilu, Yusril Fokus pada Moralitas, Rasionalitas dan Ketidakadilan

abadikini.com, JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra menilai pengujian pasal presidential Treshold (PT) dalam UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) cukup berat. Pasalnya, menurut Yusril sudah 4 kali dilakukan Uji Materil ke MK dan selalu ditolak, terakhir yang diajukan oleh Effendi Gozali

“Setidaknya sudah 4 kali di Uji Materil di MK dan selalu di tolak terakhir adalah ketika saudara Efendi Gozali mengajukan permohonan kepada MK untuk menguji pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden yang menentukan ambang batas sama seperti sekarang yaitu 20 dan 25 persen,” kata Yusril dalam diskusi yang diselenggarakan DPP Partai Bulan Bintang pada, Senin (21/8/2017).

Menurut Yusril, hal yang paling krusial dalam UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 adalah rumusan norma pasal 222 ayat 2 dari UU ini yang ayat 1-nya mengatakan bahwa calon presiden dan wakil presiden diusulkan dalam satu pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

 

Lanjut Yusril, sedangkan ayat 2 mengatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen atau memperoleh 25 persen suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Menurut Yusril, MK juga mengatakan, Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal kosntitusi tidak mungkin membatalkan UU atau sebagian isinya jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang ditentukan sebagai Legal Polecy oleh pembentuk UU.

“MK mengatakan meskipun seandainya isi suatu UU dinilai buruk seperti halnya ketentuan presidential threshold. Jadi MK itu mengatakan Presidential Threshold itu buruk ya,” ujar Yusril.

“MK mengatakan seperti begini, Meskipun seandainya isi suatu UU dinilai buruk seperti halnya ketentuan Presidential Threshold dan jadwal pemisahan pemilu dalam perkara ini mahkamah tetap tidak dapat membatalkanya sebab yang dinilai buruk tidak selalu berarti Inkonstitusional kecuali kalau menurut legal polecy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intorelabel,” sambunya.

Pakar Hukum Tata Negara itu menjelaskan berdasarkan pendapat MK tersebut, maka dirinya akan tetap mengajukan uji materil pasal 222 UU pemilu nomor 7 tahun 2017 lebih fokus pada moralitas, rasionalitas dan ketidak adilan yang intorelabel.

Suasana diskus di DPP Partai Bulan Bintang dalam mengupas UU 7/2017 tentang Pemilu dan Perppu 2/2017 tentang Ormas pada, Senin (21/8/2017).

“Kaerana itu pengujian terhadap MK ini harus mendalilkan bahwa pasal 222 yang mengatakan bahwa ada ambang abatas 20 dan 25 persen menggunakan hasil pemilu tahun lalu itu pertama adalah bertentangan dengan moralitas, kedua bertentangan dengan rasionalitas dan ketiga bertentangan dengan ketidakadilan yang Intorelabel. Jadi tidak mudah, karena kita harus membuktikannya bukan dengan pasal-pasal dalam UUD 45 lagi,” jelasnya.

“Nah jadi kita harus mengujinya terhadap  Moralitas, rasionalitas, dan terhadap keadilan tinggal itu sekarang, jadi ini memang sekarang larinya ke Filsafat hukum, larinya ke Teori Ilmu Hukum jadi inilah yang membuat permohonan ini harus lebih spesifik dibandingkan dengan permohonan biasa karena  teoritis pembahasannya,” tambah Yusril.

Yusril berharap dengan fokus pada tiga hal tersebut, MK dapat mengabulkan permohonan uji materil pada pasal 222 UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Muda-mudahan kalau ini dibatalkan oleh MK Insya Allah kita mempunyai suatu tenaga yang cukup besar untuk menghadapi pemilu tahun 2019 ini, walaupun nanti kita gagal jangan kita kehilangan semanat kita harus terus berjuang dalam mencapai sesuatu yang kita anggap ideal,” pungkasnya. (sp.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker