Mengulas Lebih Dalam Film Trilogi “War For The Planet Of The Apes” 2017

abadikini.com, JAKARTA- Saat menerbitkan La Planete des Singes pada 1963, Pierre Boulle tidak pernah mengira bahwa karyanya tersebut bakal meledak di pasaran. Semula, novel yang akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Monkey Planet (Britania Raya) dan Planet of the Apes (Amerika Serikat) itu dianggap sebagai karya kecil oleh Boulle.

Pengarang asal Prancis, yang juga menelurkan karya monumental The Bridge over the River Kwai (1952), tersebut tertarik menulis kisah Planet Monyet setelah melihat seekor gorilla yang memiliki ekspresi seperti manusia di kebun binatang. Selanjutnya, dunia menyaksikan karya Pierre Boulle tadi berkembang menjadi salah satu franchise tersukses sepanjang sejarah.

Hingga kini, sudah ada sembilan film layar lebar yang diadaptasi dari novel Planet of the Apes. Selain itu, juga ada dua serial televisi, dua video games, beberapa komik dan media-media lainnya yang mengisahkan tentang kejayaan para monyet cerdas tersebut.

Sejak film pertamanya, yang dibintangi oleh Charles “Ben-Hur” Helston, dirilis pada tahun 1968, Planet of the Apes langsung menjadi salah satu film favorit di Hollywood. Tak heran, sekuel-sekuelnya pun segera menyusul, seperti Beneath the Planet of the Apes (1970), Escape from the Planet of the Apes (1971), Conquest of the Planet of the Apes (1972) dan Battle for the Planet of the Apes (1973).

Total, dalam kurun waktu lima tahun (1968-1973), ada lima film layar lebar tentang Planet of the Apes dan menghasilkan pemasukan USD 160 juta secara global. Sebuah jumlah yang tergolong besar kala itu.

Setelah hampir tiga dekade mati suri, sempat dirilis remake dari Planet of the Apes pada tahun 2001. Dibesut oleh sutradara spesialis film-film fantasi, Tim Burton. Dibintang oleh Mark Wahlberg, yang memerankan seorang astronot yang nyasar ke Planet Monyet.

Sayangnya, versi remake tersebut kurang mendapat respon positif. Meski mampu meraup pendapatan USD 362 juta, para kritikus menilai film rilisan 20th Century Fox itu memiliki plot cerita yang membingungkan. Masih jauh bila dibandingkan dengan film pertamanya yang mendapat sambutan sangat positif.

Setelah sepuluh tahun berlalu, Fox, tampaknya, ingin kembali membangkitkan franchise Planet Monyet tadi. Dua bintang muda yang cukup tenar, James Franco dan Freida Pinto, digandeng untuk menemani Andy Serkis yang memerankan si kera Caesar dengan bantuan teknologi CGI.

Hasilnya, sudah kita nikmati lewat Rise of the Planet of the Apes (2011), yang mendapat sambutan cukup positif dari para kritikus dan meraup pemasukan USD 481 juta. Fox pun pede untuk me-reboot franchise Planet Monyet ini menjadi sebuah trilogi, alias tiga film sekaligus.

Kisah Caesar Mengorbankan Dirinya demi Kaumnya 

Kisahnya masih melanjutkan petualangan simpanse cerdas, Caesar (Andy Serkis), dan para pengikutnya. Ber-setting dua tahun setelah kejadian di Dawn of the Planet of the Apes, saat permusuhan para kera dan umat manusia bermula.

Seperti yang diceritakan di film pertama, yang ber-setting 12 tahun sebelum War for the Planet of the Apes, virus Simian Flu, alias Flu Monyet, telah menyebar luas dan menghabisi sebagian besar populasi manusia. Sebaliknya, para kera yang dipimpin oleh Caesar mampu bertahan hidup di dalam hutan, di sebelah utara San Francisco, California, yang sudah menjadi kota mati.

Bagi yang belum menonton film pertama dan kedua, Caesar adalah seekor simpanse cerdas yang bisa berkomunikasi layaknya manusia. Dia dilahirkan di dalam laboratorium, tempat mendiang induknya menjadi kelinci percobaan untuk menemukan obat penyakit Alzheimer.

Dalam film yang kedua, Dawn of the Planet of the Apes, dikisahkan, hubungan antara koloni kera dan umat manusia yang tersisa menjadi panas. Penyebabnya adalah seekor monyet jahat bernama Koba (Toby Kebbell) yang ingin memperbudak manusia.

Caesar akhirnya berhasil menghabisi Koba lewat pertarungan dahsyat dan membebaskan para manusia yang menjadi tawanan Koba. Meski dirinya adalah seekor kera, pada dasarnya, Caesar sangat mencintai umat manusia. Sejak bayi, dia dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh almarhum Dr. Will Rodman (James Franco).

Namun, impian Caesar untuk melihat para kera dan manusia hidup damai, tampaknya, bakal kandas. Di film yang ketiga ini, dia harus menghadapi seorang lawan berat berjuluk The Colonel (Woody Harrelson).

Sebagai pemimpin pasukan paramiliter Alpha-Omega, The Colonel dikenal sangat bengis dan kejam. Dia ingin menumpas habis para kera demi menjaga kelestarian spesies manusia.

Mampukah Caesar dan para pengikutnya selamat dari genosida yang dilakukan oleh pasukan The Colonel? Siapakah yang bakal survive dan menjadi penguasa Planet Bumi pada akhirnya? Manusia atau kera?

Dihiasi dengan peperangan, ledakan, dan adu senjata di hutan belantara, sutradara Matt Reeves, yang juga membesut film kedua, bakal memusatkan inti cerita War for the Planet of the Apes pada kondisi kejiwaan Caesar. Para penonton akan disuguhi pergumulan batinnya saat harus berperang melawan umat manusia, kaum yang dulu pernah ia cintai.

Tampaknya, Reeves ingin mengirim pesan moral bahwa perang itu bukan proses yang instan. Ada sebab dan akibatnya. Selalu ada motif yang biasanya diikuti dengan pembalasan dendam yang kelam.

Namun, meski menggaungkan kata ‘perang’ dalam judulnya, film berdurasi 140 menit ini, kabarnya, tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Malah, aroma cintanya begitu kental dan mampu mematahkan rasa dendam yang menghiasi dua film sebelumnya.

Satu hal yang bakal menyegarkan War for the Planet of the Apes adalah kemunculan dua karakter baru, Nova (Amiah Miller) dan Bad Ape (Steve Zahn). Nova adalah seorang gadis cilik yatim piatu dan tunawicara. Sementara itu, Bad Ape adalah seekor simpanse tua yang dulu hidup di kebun binatang sebelum wabah Simian Flu merebak.

Dengan tingkah lakunya yang lucu, seperti yang terlihat dalam trailer-nya, Bad Ape bakal mencairkan ketegangan yang menghiasi film ini. Sosoknya yang konyol sepertinya akan menjadi favorit para penonton.

Di lain pihak, karakter Nova yang misterius, tampaknya, bakal menjadi penghubung antara trilogi reboot dengan serial Planet of the Apes versi original. Dalam film pertama, yang dirilis pada tahun 1968, memang ada karakter gadis bisu bernama Nova (diperankan Linda Harrison) yang hidup bersama para kera.

Setelah tayang secara global selama dua pekan, War for the Planet of the Apes mendapat sambutan sangat positif dari para kritikus. Bahkan, banyak yang menyebutnya sebagai salah satu film terbaik tahun 2017. Film ketiga ini juga dianggap sebagai penutup sebuah trilogi yang paling sempurna yang pernah dibuat.

Sutradara Matt Reeves dinilai berhasil menyajikan cerita yang kuat disertai dengan adegan action yang memukau. Komposisi musik garapan sang maestro Michael Giacchino yang apik kabarnya juga bakal membuat para penonton merinding.

Namun, di antara hal-hal positif tadi, yang paling banyak mendapat pujian adalah penampilan Andy Serkis sebagai Caesar. Dengan bantuan teknologi digital dan kamera yang canggih, Serkis mampu menunjukkan akting yang sempurna sebagai seekor kera yang cerdas. Tak heran, ada yang menjagokannya untuk meraih Piala Oscar tahun depan!

Meski War for the Planet of the Apes disebut-sebut sebagai ending dari trilogi, bukan berarti franchise ini bakal tamat. Kabarnya, 20th Century Fox sudah menyiapkan film keempat yang rencananya akan dirilis pada tahun 2020. (S) (gh/ak)

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker