Ini Dia Penyebab Yusril Kerap Menang di MK

abadikini.com, JAKARTA – Menurut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, norma-norma ideal konstitusi tersebut harus diterapkan dalam kehidupan bernegara.

Dorongan kepentingan politik telah membuat sejumlah peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan norma-norma ideal konstitusi dan hal semacam itu akan mudah dikalahkan di Mahkamah Konstitusi (MK), ungkap pakar hukum tata negara yang telah berulang kali memenangkan gugatan judicial review melawan pemerintah di MK.

“Jadi biasanya yang gitu-gitu kalau di tingkat MK akan dikalahkan karena menyusun UU itu harus betul-betul merupakan implementasi dari norma-norma dalam konstitusi, bukan mengatur kepentingan,” kata Yusril, Minggu (23/7/2017).

Kembali kepada persoalan presidential threshold 20-25 persen pada UU Pemilu yang baru saja disahkan DPR, Jumat dini hari (21/7/2017). Yusril menilai aturan tersebut bermuatan kepentingan tertentu. Menurutnya, aturan ini akan berujung pada skenario calon tunggal karena akan merujuk pada hasil pemilu 2014 yang sudah tidak relevan pada saat Pemilu 2019 mendatang.

Yusril menegaskan akan melawan peraturan tersebut di MK, menurutnya aturan tesebut jelas bertujuan menjegal lawan-lawan kuat dan yang lebih berkualitas dari pada Jokowi sendiri.

“Itu yang saya mau bantah dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Kelihatannya, Jokowi mau menang sendiri tidak ada lawan, makanya ciptakan aturan supaya orang lain tidak bisa maju. Yang sekali ini memang nuansa kepentingan politiknya kuat sekali,” tegasnya.

Yusril menuturkan, masalah ini sebenarnya sudah pernah dia uji materikan ke Mahkamah Konstitusi pada 2014. Ia meminta MK memutuskan bahwa presidential threshold bertentangan dengan pasal 6a ayat 2 dan pasal 22 e ayat 3. Jawaban MK pada waktu itu tidak menolak atau mengabulkan, melainkan tidak ada putusan.

 

Mahkamah Konstitusi pada saat itu menyatakan tidak berwenang menafsirkan perkara tersebut, kecuali ada undang-undang yang bertentangan dengan itu. Dengan adaya putusan pemilu serentak, menurut Yusril, kini MK berwenang karena putusan pemilu serentak tidak memungkinkan adanya threshold.

Bicara soal sepak terjangnya, mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini mengaku tak ingat lagi berapa banyak judicial review-nya yang pernah dikabulkan MK. Yang pasti, sudah berulang kali.

Wah, saya enggak ingat. Enggak pernah ngitung-ngitung. Sebelum-sebelumnya banyak sekali yang saya bawa ke MK jadi saya tidak ingat lagi,” ucap Yusril.

Selain judicial review Undang-Undang Pemilu, saat ini Yusril juga sedang menangani judicial review Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Uji materi terkait perppu ini sudah didaftarkan ke MK oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan tinggal menunggu sidang perdana.

“Perppu sudah didaftarkan kemarin. Tapi sampai sekarang belum dimulai sidangnya. Saya mau dengar pendapat hakim,” katanya. (beng.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker