Yusril Klarifikasi Dua Tulisan Hoax Di Sosmed Yang Menyebut Dirinya Sebagai Penulis

abadikini.com, JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Prof. Yusril Ihza Mahendra mengklarifikasi dua tulisan hoax yang beredar di sosial media dengan sumber mimbar merah menyebut “SAYA PANCASILA” dan “ Hukum Di Era Jokowi Pancasila Lebih Banyak Dibenturkan Dengan Umat Islam”.

Yusril menegaskan, beredarnya dua tulisan tersebut di medsos dengan menyebut dirinya sebagai penulis, terlepas dari isinya.

“Saya mengklarifikasi bahwa dua tulisan tersebut bukan tulisan saya,” tegas Yusril.

Pakar Hukum Tata Negara ini mengatakan, mungkin ada orang yang mendengar saat dirinya menyampaikan ceramah lalu orang tersebut menulisnya akan tetapi sebagian dari tulisan itu bukan berasal dari pemikirannya. Ada hal-hal yang ditambahkan yang nampaknya berasal dari orang yang menulisnya.

“Mungkin ada seseorang yang mendengarkan saya menyampaikan ceramah, lalu menulisnya, namun sebagian dari tulisan itu bukan berasal dari pemikiran saya,”. Demikian kata Yusril kepada abadikini.com, Kamis (9/6/2017) malam.

Berikut seperti ini salah satu tulisan hoax yang beredar di sosial media dengan mengatasnamakan Prof. Yusril Ihza Mahendra sebagai penulis. (solihinp.ak)

Yusril Ihza Mahendra…..

Dengan menyebut “SAYA PANCASILA” artinya perbuatan yang belum tentu sesuai dengan Pancasila menjadi dianggap pancasilais. Contohnya, pencabutan subsidi terhadap rakyat itu tidaklah Pancasilais karena subsidi itu adalah bentuk kecil dari upaya negara mewujudkan keadilan sosial.

Pemungutan pajak secara ugal-ugalan itu juga tidaklah Pancasilais. Penggusuran rakyat miskin itu juga tidak Pancasilais. Lantas di mana persamaan perilaku pemerintah ini dengan Pancasila hingga berani menyebut dirinya dengan kalimat “Saya Pancasila”?

Pancasila 18 Agustus 1945 itu adalah kompromi dari kelompok Nasionalis dengan kelompok Agamis terutama kelompok Islam. Pancasila itu lahir dari kesepakatan bersama antara paham Nasionalis dengan paham Agamis Islam.

Tapi saat ini seolah Pancasila hanya menjadi milik kaum yang merasa dirinya Nasionalis. Bahkan Pancasila digunakan sebagai alat pembenaran untuk menggebuk, dan yang digebuk justru dari kalangan agamis yang dulunya adalah bagian dari kompromi lahirnya Pancasila.

Era Soeharto, Pancasila digunakan sebagai pembenaran menggebuk yang berbau Komunis. Sekarang di era Jokowi, Pancasila lebih banyak dibenturkan dan dihadap-hadapkan dengan kaum Agamis Islam. Ini tidak sehat dan tidak baik. Yang merasa dirinya nasionalis tidak boleh merasa bahwa dirinyalah Pancasila.

Pancasila semakin terdegradasi jauh. Bagi rejim ini, yang tidak sepaham dengan dirinya dianggap tidak Pancasilais, dianggap tidak toleran, dianggap tidak berbhineka. Ini perusakan nilai ruh Pancasila yang sesungguhnya.

Presiden harus melakukan upaya-upaya yang benar dan tepat dalam menangani masalah ini sebelum menjadi membesar. Presiden harus mengerti dan memahami sejarah supaya tidak mudah diatur kelompok lain untuk menciptakan sejarah baru terkait sejarah Pancasila seperti penetapan 1 Juni itu sebagai Hari Lahir Pancadila dan sebagai hari libur.

Pancasila itu bukan Soekarno, Pancasila bukan golongan tertentu saja, tapi Pancasila itu adalah hasil kompromi besar para pendiri bangsa yang harus dijaga kelurusan sejarahnya, dikawal penerapannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta diamalkan nilai-nilainya dalam menyelenggarakan negara.

Berhentilah siapapun yang ingin menciptakan sejarah dengan memodifikasi sejarah bangsa, terutama sejarah Pancasila agar Pancasila tidak kehilangan jejak dan tidak terdegradasi makanya jadi sebatas simbol-simbol semata.

Sumber mimbar merah.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker