Pembubaran HTI, Hari Lahir Pancasila Dan Negara Hukum

 

Oleh: Merdiansa Paputungan

Dosen Fakultas Hukum UMJ

abadikini.com, JAKARTA – Hari ini, kamis 8 Juni 2017 tepat sebulan sejak pemerintah melalui Menkpolhukam mengumumkan rencananya untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Tidak tanggung-tanggung, alasan dari keputusan ini diambil karena HTI dianggap sebagai Ormas yang bertentangan dengan Pancasila.

Hampir sebulan kemudian, tepatnya tanggal 1 Juni 2017 rakyat Indonesia merayakan Hari Lahir Pancasia yang ditetapkan dengan KEPPRES Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, 1 tahun sebelumnya.

Disini ada dua fenomena menarik, yakni semarak peringatan hari lahir Pancasila disatu sisi dan rencana pembubaran HTI yang dianggap bertentangan dengan Pancasila disisi yang lain.

Kita tentu harus berbaik sangka dengan keputusan pemerintah yang menetapkan hari lahir Pancasila, sebagai upayah untuk membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun disaat yang bersamaan masyarakat tidak bisa disalahkan juga jika bertanya-tanya, mengapa bersamaan dengan perayaan itu, Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila tidak segera dibawah kepengadilan, atau dengan istilah pemerintah “digebuk”?

Memang sangat tidak wajar, saat istilah “Saya Indonesia, Saya Pancasila” begitu menggema, tetapi Ormas yang dituduh bertentangan dengan Pancasila tidak segera ditindak melalui mekanisme hukum yang disediakan Undang-Unndang. Terlebih jika kita perhatikan perkembangan 1 bulan terakhir, sejak Menkopolhukam menyampaikan keinginan pembubaran HTI, hal ini diikuti dengan berbagai pernyataan dari Pemerintah yang mengklaim telah memiliki bukti, baik dari Kepolisian, Kementrian Dalam negeri, dan Kementrian Hukum dan HAM. Persoalan semakin kompleks, ketika ada wacana pembubaran tersebut melalui KEPPRES atau PERPPU.

Yang menjadi persoalan adalah, masalah ini menimbulkan pro-kontra dalam masyarakat, yang terbela akibat sikap pemerintahnya sendiri. Situasi ini tentu kontras dengan keinginan pemerintah untuk meredakan gejala konflik berbau SARA yang mulai melanda masyarakat indonesia. Jika pemerintah memang serius ingin menanggulangi bibit-bibit konflik, kenapa justru melahirkan Pro-Kontra baru ditengah-tengah masyarakat?

Akhirnya, yang tergelar di hadapan kita adalah merosotnya wibawah negara hukum Indonesia, akibat dari keputusan pemerintah yang tidak kunjung menyeret HTI ke hadapan Pengadilan. Dampak yang ditimbulkan dari sikap pemerintah ini adalah, HTI sebagai Ormas yang diakui keabsahannya secara hukum, telah dihancurkan secara legitimasi sosial, ditengah-tengah masyarakat yang memang sedang tidak kondusif.

Disini pemerintah mempertontonkan akrobatik yang mencoreng citra negara hukum. Jika pemerintah seirus ingin membumikan nilai-nilai pancasila, maka tidak cukup hanya upacara seremonila dan jargon “Saya Indonesia, Saya Pancasila”, sebaliknya pemerintah harus membuktikan ucapannya untuk “menggebuk”, melalui proses yang adil dan transparan di peradilan, sesuai amanat Undang-Undang yang lahir dari rahimnya cita-cita negara hukum. Tanpa melalui proses peradilan, maka tindakan pemerintah jelas melanggar UU dan mecederai prinsip negara hukum. Segala pernyataan tuduh-menuduh yang tidak menyelesaikan persoalan, harus dihentikan.

Tunjukan saja bahwa pemerintah konsisten dengan keputusannya membubarkan HTI melalui Pengadilan. Biarkan proses di pengadilan yang memutuskan dengan adil, apakah keputusan pemerintah memiliki dasar ataukah sebaliknya. Dengan demikian maka nilai-nilai Pancasila dan prinsip negara hukum, akan benar-benar ter-ejawantahkan dalam kehidupan masyarakat seluruhnya. (nov.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker