Konroversi Karir Politik Basuki Dari PDIP Ke Gerindra Dan Akhirnya Jadi Tersangka KPK

abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota DPRD Moch Basuki dan dua kepala dinas di Provinsi Jawa Timur sebagai tersangka. M Basuki adalah Ketua Komisi B DPRD Jatim yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Partai Gerindra Provinsi Jawa Timur. KPK juga menetapkan dua staf di DPRD dan seorang pegawai negeri sipil sebagai tersangka.

“Setelah pemeriksaan selama 1×24 jam dan dilakukan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan ke tingkat penyidikan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa (6/6/2017).

Keenam tersangka yakni Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Moch Basuki dan dua staf di DPRD Jatim, Rahman Agung dan Santoso, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Bambang Heriyanto dan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Rohayati sebagai tersangka. Selain itu, KPK menetapkan ajudan Kepala Dinas Pertanian Anang Basuki Rahmat sebagai tersangka.

Menurut Basaria, dalam kasus ini masing-masing kepala dinas diduga memberikan Suap kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim, Moch Basuki. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang Rp 150 juta yang ditemukan di ruang kerja Basuki.

Menurut Basaria, uang tersebut diberikan untuk pengawasan dan pemantuan DPRD Jatim tentang penggunaan anggaran tahun 2017 dan terkait pembahasan revisi Peraturan Daerah tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.

Dalam kasus ini, Bambang, Anang dan Rohayati yang diduga sebagai pemberi Suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, Basuki, Santoso dan Rahman yang diduga penerima Suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Diketahui, Nama M Basuki memang tidak asing lagi bagi warga Kota Surabaya. Pria yang sekarang menjadi kader Partai Gerindra itu pernah menjadi Ketua DPRD Surabaya pada periode 2000-2005.
Saat itu Basuki yang pernah menjadi tukang plitur mebel ini masih menjadi kader PDIP, bahkan ia pernah menduduki Ketua PDIP Surabaya.

Warga Surabaya tentu masih ingat dengan pernyataan kontroversial Basuki yang setelah dipecat DPP PDIP pada Jumat (7/12/2001) berlabuh ke PNBK pimpinan Eros Djarot di era itu. Ia dipecat karena buntut pengakuan blak-blakannya soal kekayaan yang dimiliki. Pernyataan Basuki saat itu membuat gaduh di masyarakat.

Saat menakhodai DPRD Surabaya, melalui Rapat Paripurna DPRD Surabaya, Jawa Timur, Kamis (11/7/2012) Basuki memutuskan memecat Wali Kota Bambang Dwi Hartono (Bambang DH) yang baru sebulan menjabat. Awal Juni 2012, Bambang DH dilantik Gubernur Jatim Imam Oetomo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno Nomor 131.35-215/2002. Bambang dipilih menggantikan Sunarto Sumoprawiro, wali kota sebelumnya yang dilengserkan dewan karena dinilai ingkar dalam persoalan penanganan sampah di Keputih, Sukolilo, Januari 2002.

Keluarga saat itu menyangkal bila Cak Narto sengaja meninggalkan tugas tanpa izin ketika persoalan sampah di Keputih mencuat. Ketidakhadirannya saat dipanggil dewan, lantaran Cak Narto dirawat di sebuah rumah sakit di Melbourne, Australia. Bahkan, keluarga mengaku sudah mendapat izin dari Departemen Dalam Negeri.

Rapat saat itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Ali Burhan menyoal tentang penyempurnaan LPJ. DPRD saat itu berdalih sudah memberi tenggat 30 hari kepada wali kota untuk penyempurnaan LPJ, namun tak dilaksanakan Bambang DH.

Kepada wartawan saat itu, Basuki menyatakan bahwa keputusan pemberhentian Bambang DH sesuai dengan Pasal 8 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Pelengseran Bambang DH akhirnya kandas karena tidak disetujui pemerintah pusat.

Masih ketika menjabat Ketua DPRD Surabaya, Basuki kesandung masalah korupsi tunjangan kesehatan dan biaya operasional senilai Rp 2,7 Miliar.

Politisi ini ditahan 24 Februari 2003 bersama Wakil Ketua DPRD Surabaya, Ali Burhan. Keduanya dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang anti-korupsi.

Pada 19 Juli 2003, Basuki divonis Pengadilan Negeri Surabaya dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan
serta denda Rp 20 juta, subsidair 1 bulan dan uang pengganti Rp 200 juta.

Pada Oktober 2003, Basuki ngotot mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan mendapat keringanan hukuman menjadi 1 tahun serta denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan.

Kasus korupsi di DPRD Surabaya ini terkait terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 3 Tahun 2002 serta dua SK lain, yaitu SK Nomor 5 Tahun 2002 tentang tunjangan kesehatan dan SK Nomor 9 tentang biaya operasional.

SK Nomor 05 Tahun 2002, negara dirugikan sekitar Rp 1,2 miliar. Anggaran yang semestinya dimanfaatkan sebagai pembayaran premi asuransi kesehatan, justru dibagikan ke 45 anggota DPRD Surabaya. Setiap anggota kecipratan Rp 25 juta.

Basuki dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo pada Rabu (4/2/2004). Ketua DPC Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) Surabaya itu disambut pendukungnya di luar rutan.

Basuki yang akhirnya menjadi Wakil Ketua Partai Gerindra Jatim dan pada Pemilu Legislatif maju dari daerah pemilihan 1 (Surabaya-Sidoarjo) ini terpilih. Dan sekarang menjadi Ketua Komisi B DPRD Jatim. (uby.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker