Gulirkan Hak Angket, DPR Dinilai Sedang Manuver ke KPK atas Kasus Korupsi e-KTP

abadikini.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti menilai hak angket yang digulirkan oleh DPR atas KPK merupakan manuver untuk menekan KPK dalam Kasus Korupsi e-KTP.

“Ini manuver DPR untuk menekan KPK. Kita lihat ini sudah menjadi modus, ketika KPK sedang mengungkap kasus besar yang melibatkan politisi, baik di DPR maupun di parpol-parpol eksekutif, biasanya ada serangan balik seperti ini.” ujar Bivitri Susanti

Karena, menurut Bivitri sebelumnya hal seperti ini pernah terjadi, seperti kasus Cicak lawan Buaya pertama, yaitu tuduhan pemerasan dan penyuapan dari pimpinan KPK, yakni Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto saat KPK tengah menyelidiki kasus suap atas Kabareskrim saat itu, Susno Duadji

Selanjutnya, ada penangkapan terhadap salah seorang Ketua KPK, Bambang Widjojanto, untuk perkara rekayasa keterangan palsu saat menjadi pengacara dalam prakara Pemilukada tahun 2010.

Penangkapan terjadi setelah KPK menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi, meski polisi membantah bahwa kedua hal itu berkaitan.

Ketua KPK Abraham Samad juga pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat.

Penetapan tersangka atas Abraham Samad sempat menuai kecaman publik di media sosial karena tidak sedikit yang menuduh berkaitan dengan konflik KPK-Polri yang berawal dari penetapan kandidat Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Namun polisi kembali membantah tuduhan tersebut.

“Yang kemarin ini, Novel Baswedan disiram air keras, saya cukup yakin ada hubungannya dengan kasus-kasus yang dia tangani, entah yang mana,” tambah ivitri.

“Hal ini mengindikasikan KPK begitu berbahaya bagi banyak orang sehingga kalau dia sudah mulai mengungkap kasus-kasus yang sifatnya politis, biasanya ada serangan balik, jadi saya melihat ini sebagai manuver politik DPR untuk menekan KPK.”

Usulan atas hak angket terhadap KPK bermula ketika dalam rapat kerja Komisi III dengan KPK, yang menolak permintaan untuk memutar rekaman BAP tersangka pemberi keterangan palsu e-KTP, Miryam S. Haryani.

Miryam mengatakan dia mencabut BAP karena ada tekanan dari DPR dan menyebut enam anggota Komisi III menekannya saat dia bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP.

Maka, menurut Bivitri, penggunaan hak angket dalam upaya mencari kebenaran sebagai langkah yang ‘tidak tepat’.

“Karena yang akan terjadi justru bisa mengganggu proses penyidikan. Bayangkan saja BAP atau rekaman, ke luar duluan (dibanding di pengadilan), maka tersangka bisa kabur, atau saksi yang bisa jadi tersangka kabur, orang yang terancam bisa mengancam saksi, membunuh, bisa terjadi kekacauan dalam proses hukum,” ujar Bivitri lagi.

Satu-satunya pembukaan BAP pernah terjadi pada kasus Bibit-Chandra dalam kasus Cicak Buaya namun hanya diperdengarkan di sidang Mahkamah Konstitusi dan lewat perintah pengadilan. (sop.ak)

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker