SARA dan Demokrasi Gagal Paham

dr. Agus Ujianto,Msi.Med.SpB.

Kalimat provokatif yang selalu dilontarkan oleh Gubernur DKI Ahok sepertinya memang sistematis. Kalimatnya bahwa, “Indonesia belum Pancasilais jika presidennya belum non-Muslim,” sangat berbahaya. Kalimat tersebut mengandung provokasi dan mengandung intimidasi terhadap rakyat.

Pemilu memungkinkan rakyat memilih siapa pemimpinnya tanpa intimidasi apapun. Menuduh penolakan rakyat terhadap pemimpin non-Muslim sebagai tindakan tidak Pancasilais menunjukkan bahwa Ahok pengecut yang tak berani bersaing secara sehat.

Pandangannya bahwa protes terhadap dirinya tidak demokratis menunjukkan ia mulai pikun. Esensi demokrasi adalah hak untuk mengeluarkan pendapat dan sikap toleran menenggang perbedaan. Bagaimana mungkin protes umat yang marah karena agamanya dinistakan malah dianggap tidak berjiwa demokrasi. Hal itu memalukan, ia perlu belajar lagi tentang demokrasi.

Kalimatnya yang melecehkan Al-Quran Surat Al-Maidah:51 menunjukkan ia seorang sekuler yang tak menghayati agamanya sendiri. Meskipun kitab suci setiap agama menuntut penganutnya untuk loyal pada agamanya sendiri, sangat tidak layak menghina agama orang lain.

Seorang pemimpin yang sering mengeluarkan statemen provokatif menunjukkan dua kemungkinan. Bisa jadi ia memiliki kelainan jiwa, atau memang tipe pelempar “trial case.” Ia sengaja melontarkan ucapan itu untuk memancing dan memilah, seberapa banyak loyalis agama di kalangan lawan politik yang berbeda keyakinan, seberapa banyak yang munafik dan pragmatis, seberapa banyak yang sekuler, serta seberapa banyak yang apatis.

Kasus Ahok juga menunjukkan gagalnya seorang pejabat memahami filosofi demokrasi di negara yang katanya demokrasi. Kondisi ini bisa menyebabkan matinya ruh demokrasi. Contoh konkretnya adalah pelarangan masjid untuk dimakmurkan dalam wawasan politik dan hukum. Sementara tempat ibadah lain justru bebas digunakan untuk penggemblengan politik para misionaris. Diskriminasi sikap publik adalah tikaman ke jantung demokrasi.

Dalam demokrasi sebenarnya maka perbedaan dan keragaman pandangan agama dilindungi negara. Namun jika ada pihak yang menyakiti warganegara dan agama yang dianutnya, maka hukum yang bertindak, itulah demokrasi. Seharusnya konsep demokrasi adalah konsep yang jantan dan ksatria mengakui perbedaan.

Segala pemutarbalikan fakta tentang Islam yang dilontarkan Ahok menunjukkan satu di antara dua hal. Kalau hal itu bukan titipan atau settingan berarti dia memang orang yang tidak beradab dan jelas bukan pemimpin yang bisa mengayomi semua golongan.

Sekarang jelas ironi demokrasi di Indonesia. Aparat dibuat takut kehilangan jabatan jika membela pelaksanaan demokrasi, sementara penguasa malah gagal paham terhadap pelaksanaan demokrasi. Padahal siapapun yang tidak berani membela keyakinannya karena takut kehilangan jabatan adalah pengecut yang dianggap rendah oleh Tuhannya.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker