Adakah Partai Politik yang Peduli Terhadap Peningkatan Mutu Kesehatan Nasional?

Oleh : dr. Agus Ujianto, MSi., Med.spB

Partai-partai pemenang pemilu dan  yang mau ikut pemilu mungkin saja belum punya konsep yang akan dijalankan untuk meningkatkan mutu kesehatan. Meski ribuan ambulans diedarkan, layanan masyarakat dibuka namun mereka membuat program hanya untuk jargon politik.

Lihat saja anggota DPR atau DPRD tidak ada yang unjuk Gigi melerai pertikaian satu induk semang bernama kesehatan, antara Menkes dan dirjennya melawan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan anggotanya. Padahal Menkes dan dirjennya juga kebanyakan dokter.

Dokter dijebak dalam kebimbangan, saya yakin hati kecil dokter sebagaimana yang disampaikan presiden dan wapres tidak seburuk dugaan kaum Apriori yang memutarbalikkan berita yang mengakibatkan pandangan sebagian masyarakat menjadi underestimate terhadap profesi ini.

Disetiap profesi pasti ada oknum, apapun itu. Termasuk didalam profesi dokter, tapi kita yakin oknum itu sedikit prosentasenya, sehingga jika berhadapan dengan kode etik dan hukum pasti terendus.

Pemutarbalikan fakta di media menjadi dokter materialistik, menunjukan media tidak mempunyai visi dan misi membangun peradaban yang interaktif tapi mengedepankan potensi konflik. Apa jadinya kalau dokter Indonesia dianggap materialistis di saat era globalisasi membebaskan semua tenaga kerja termasuk tenaga dokter? Ketidakpercayaan masyarakat yang terjadi, maka akan dengan mudah mindset masyarakat yang bingung akan memilih enterpreuner dokter asing, Rumah Sakit Asing, Klinik Asing, bahkan Jaminan Kesehatan Asing. Kita liat saja 5 tahun kedepan.

Jika makhluk intelektual yang dididik puluhan tahun saja demo, artinya segi intelektual kami para dokter sudah buntu untuk menyalurkan aspirasi.

Bahkan di antara para dokter yang berdemo dan mendukungnya kan ada mantan gurunya Menkes dan dirjennya. Ada apa ini jika kesehatan dipolitisasi. Yang paling baik adalah bagaimana politik kesehatan ini berkeadilan dan berkepastian hukum.

Bahkan jika presiden jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla berkehendak, kader kesehatan partai Bulan bintang siap menjadi menteri untuk menyelesaikan ini semua.

Sedih rasanya saya merasa pendidikan yang dilaksanakan bertahun tahun sirna begitu saja dianggap materialistis , terbayang para guru kami mendidik sepenuh hati agar kami berjuang dalam kapasitas profesi.

Akibat sistem yang terus berubah sementara dokter dan tenaga medis berada diujung tombak, maka semua kesalahan akan disalahkan pada pelayan kesehatan ini. Bagaimana pasien menganggap dirinya belum sembuh kemudian dipulangkan karena jatah klaim yang dianggap rumah sakit merugikan secara ekonomi bahkan defisit, yang terkena imbas kebijakan juga kembali dokter.

Ketika harga mahal obat yang sudah ditetapkan pemerintah dalam daftar obat Nasional Indonesia melalui pabrik farmasi dan sistemnya, maka kembali dicap dokter memenuhi target resep gratifikasi. Semua jadi bingung mana bisnis kesehatan mana suap. Aneh dan itu terus saja dokter yang dianggap oleh KPK dan media menyebabkan harga obat tinggi. Padahal kalau dianggap ini bisnis kesehatan maka sah saja orang menerima laba.

Jika jelas visi dan misi nya mengurangi biaya kesehatan, maka monopoli saja obat oleh pemerintah dan genetiknya jangan mitu, jadi dokter tidak dinggap jualan obat.

Masyarakat harus diyakinkan bahwa sebagian dokter Indonesia sampai ditingkat Puskesmas atau layanan primer itu sudah mumpuni dan mekanisme “continuing education” yang sudah berjalan dan memang sesekali disponsori obat itu karena harga pelatihan kesehatan itu mahal, terus dilanjutkan tidak perlu membuat dokter spesialis layanan primer, lucu.

Kalau kemudian alasannya ini program bersama dengan sistem JKN dan BPJS untuk kendali mutu dan biaya, kenapa tidak dibuatkan pelatihan berbagai macam penatalaksanaan sesuai diagnosa yang dipakai sebagai penentuan diagnosa dan klaim yang selama ini tidak pernah diberikan di Fakultas Kedokteran. Belajar sistem koding seperti itu seminggu juga jadi.

Dokter umum sekarang pun jika ditambah kursus laboratorium, kursus EKG, kursus RJP, kursus Bedah Minor, kursus Kuret dan sebagainya pasti bisa asal kompetensi dan keahliannya disertifikasi yang jelas oleh profesi dan pemerintah, sehingga waktu biaya tenaga dan sebagainya lebih irit.

Maka saya yakin, kalau memang ingin merubah sistem karena kita bernegara dengan aturan kebijakan yang disahkan melalui undang-undang, saya sarankan dokter swasta atau negeri yang bervisi membangun kesehatan bangsa masuklah ke partai dan menangkan pertarungan caleg di tahun 2019.

Dan perlu diingat, hanya DPP PBB yang siap menampung dan meningkatkan advokasi kesehatan dan hukumnya secara adil dan berkepastian.
Demo sudah dilakukan, ayo tunjukkan kita bukan pengecut kawan, kita kembali ke sumpah kita, kembali ke deklarasi Alma Alta, bahwa kita fokus menolong orang dengan ilmu kita, tapi bukan berarti kita mau terus menerus dianggap budak pada pelayanan yang sub standard.

Sisi lain Kemenkes juga melaksanakan program Nusantara Sehat, semua adalah upaya bagaimana negeri ini terjangkau pelayanan menjadi lebih bermutu. Tapi apakah dilapangan semua yang bertugas akan seperti cerita “dokter Sartika apa dokter Ita” yang kemudian menolak disekolahkan tapi lebih suka meminta uang sekolahnya dibelikan peralatan di daerah terpencil? Jika pemerintah tidak memandang sebelah mata, banyak alat kesehatan mangkrak baik alat Laboratorium, Ronsen dan sebagainya karena tenaganya tidak ada. Apa kemudian dokter akan bekerja di layanan primer kemudian melakukan semuanya? Menganamnesa, memeriksa, menginfus, mengambil darah, menaruh regimen sendiri dalam fotometer, memfoto ronsen sendiri sekaligus menginterpretasi kemudian memasang katoda EKG lalu membacanya kemudian melakukan RJP dan kemudian melakukan oprasi berikut perawatan paska operasi sampai sembuh? Tidak semua bisa dengan tim.

Sekarang banyak aplikasi Android, orang bisa berkomunikasi termasuk dokter dengan real time, kenapa tidak itu yang dilakukan seperti yang pernah dirintis di Makassar dan sebagainya. Konsultasi online berbasis Android pasti bisa dibuat dan murah.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker