Perhutanan Sosial Tidak akan Mengurangi Pendapatan  Perhutani

Oleh:
Hilman Haroen
Staf Pengajar Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta

 

Atas nama organisasi pensiunan karyawan Perhutani sebagai Pemohon IV turut bersama-sama tiga individu lain mengajukan uji materiil di Mahkamah Agung (MA) Permen LHK No.P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perum Perhutani. Untuk mengesahkan secara intelektual Kelompok Pemohon IV memberikan beberapa opini dan prediksi jika Permen LHK No.P.39 ini ditegakkan.

Salah satunya yakni  Permen LHK No. P.39 menyebabkan semakin “berkurangnya” lahan hutan di Pulau Jawa yang dimanfaatkan Perum Perhutani. Akibatnya, “pendapatan” BUMN Perum Perhutani berkurang dan pada akhirnya “mengancam hak pensiun”  bagi puluhan ribu pensiunan Perum Perhutani saat ini.   Mereka ini berkilah pada dua masalah utama sbb:

Pertama, Permen LHK No.P.39 Tahun 2017 akan mengurangi pendapatan Perum Perhutani.

Kedua, karena berkurangnya pendapatan Perum Perhutani, maka akan berkurang pula dana untuk pensiun karyawan.

Opini dan prediksi Pemohon IV ini adalah salah,  mengada-ada, prasangka, apriori, ahistoris dan fiksi atau tidak faktual.  Berdasarkan Pasal 8 Permen LHK No.P.39, justru Perum Perhutani akan  memperoleh peningkatan pendapatan dari hasil keuntungan usaha Pemegang IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial) di Pulau Jawa.

Permen LHK tersebut menetapkan bahwa:

  1. Untuk tanaman pokok hutan 30% untuk Perum Perhutani dan 70% untuk pemegang IPHPS.
  2. Budidaya tanaman multi guna/multy purpose Trees Species (MPTS) 20% untuk Perum Pehutani dan 80% untuk Pemegang IPHPS.
  3. Budidaya tanaman semusim dan ternak 10% untuk Perum Perhutani dan 90% untuk Pemegang IPHPS.
  4. Budidaya ikan/silvofishery/tambak 30% untuk Perum Perhutani dan 70% untuk Pemegang IPHPS.
  5. Usaha jasa lingkungan 10% untuk Perum Perhutani dan 90% untuk Pemegang IPHPS.

Pemohon IV memperikarakan akan semakin berkurangnya lahan hutan yang dimanfaatkan Perum Perhutani. Perkiraan ini salah. Mengapa?

Pertama, karena lahan hutan di wilayah kerja Perum Perhutani yang akan digunakan sebagai lahan garapan masyarakat dan petani miskin bukan lahan yang sedang dikelola atau dimanfaatkan secara real oleh Perum Perhutani, tetapi lahan yang sudah 5 tahun terbengkalai atau tidak dimanfaatkan.

Kedua, dengan dimanfaatkan oleh pemegang IPHPS justru lahan Perum Perhutani yang dimanfaatkan semakin meluas. Implementasi Permen LHK No. P.39 akan memperkecil luas lahan hutan Perhutani yang tidak dimanfaatkan atau terlantar. Ada bagi hasil antara Pemegang IPHPS dengan Perhutani. Petani memperoleh 70% dan Perhutani 30%. Sebagai info, Perhutani tidak terlibat dan terbebani dengan kredit perbankan yang diterima petani untuk mengelola lahan hutan negara tersebut. Bunga bank ditanggung  petani, bukan Perhutani. Jika terjadi kerugian, petani menanggung risiko bukan Perhutani.

Data numerik perhutanan sosial di Pulau Jawa (Perhutani) seluas 1.127.073 Ha, terdiri dari Banten 38.527 Ha, DIY 15 ha, Jawa Barat 303.426 Ha, Jawa Tengah 251.468 Ha, Jawa Timur 533.637. Luas potensi pemberian IPHPS di wilayah kerja Perum Perhutani (kriteria tutupan luas sama atau kurang 10% dalam waktu 5 tahun) sebagai berikut: HL (127 ha); HP (323.709 Ha); HPT (68.532 Ha); Hutan cadangan (17.058 Ha) dan Hutan Pangonan (664 Ha). Keseluruhan luas fungsi KH yakni 537.668 Ha.

Hal ini berarti, terdapat sekitar 50% luas lahan wilayah kerja Perum Perhutani yang dapat dimanfaatkan untuk kebijakan perhutanan sosial berdasarkan Permen LHK No. P.39 Tahun 2017.

Karena itu, tidak ada alasan dapat digunakan Pemohon IV memprediksi, luas lahan yang dapat dimanfaatkan oleh Perhutani akan berkurang. Sekarang saja Perhutani hanya mampu mengelola sekitar 50% dari total luas lahan wilayah kerja Perhutani.

Lebih ironis lagi Pemohon IV ini berlindung di balik dana pensiun karyawan Perhutani. Diklaim, permen LHK No. P.39 akan mengancam dana pensiun Perhutani. Padahal sesungguhnya tidak ada hubungan antara tanah hutan terlantar dimanfaatkan petani miskin dengan dana pensiun.

Dana pensiun Perhutani sudah diurus oleh suatu  lembaga Dana Pensiun Perhutani (DPPHT), berkantor permanen di kawasan Setia Budi, Jakarta.

Lembaga DPPHT  sudah mandiri dan cukup bagus. Bahkan, DPPHT kembali terpilih  sebagai terbaik ketiga ADPI Award 2011untuk kategori dana pensiun pemberi kerja manfaat pasti dengan aset di atas Rp500 miliar sampai dengan Rp1 triliun. Penilaian dilakukan berdasarkan tujuh kriteria seperti jumlah aktiva bersih, return on investment, efisiensi biaya operasional, efisiensi biaya investasi, optimalisasi portofolio investasi, rasio kecukupan dana pensiun, dan tingkat kepatuhan (compliance).

Jika kita mau sejenak membuka website lembaga DPPHT, kita bisa menemukan info  berkaitan dengan kemajuan dan investasi dana pensiun Perhutani lebih mendalam. Usaha lembaga inilah membantu pengelolaan dana pensiun karyawan Perhutani, bukan pendapatan hutan negara. Lembaga ini melakukan investasi untuk meningkatkan dana pensiun.

Berdasarkan kerangka berpikir menolak argumentasi atau prediksi kelompok pensiunan karyawan BUMN Perum Perhutani di atas, tentu Tim Hakim Mahkamah Agung dalam menangani permohonan uji materiil Permen LHK No.P.39 berdasarkan  argumentasi Pemohon IV ini akan menolak. Sangat terang menderang argumentasi Pemohon IV tidak logis dan rasional.

Perhutanan sosial di Pulau Jawa tidak akan mengurangi pendapatan Perhutani. Juga tidak akan mengancam hak pensiun karyawan Perhutani.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker