Politik Biaya Tinggi, BUMN dalam Cengkeraman Oligarky Politik Kekuasaan

Tak ada yang menyangkal bahwa Demokrasi liberal yang sedang kita jalani saat ini telah berdampak pada Politik Biaya Tinggi. Politik biaya tinggi ini telah mendorong partai politik untuk memperoleh dana dengan berbagai cara, yang pada akhirnya memicu terjadinya praktek korupsi.

Upaya penggalangan dana seringkali dilakukan Partai Politik melalui aktifitas “perburuan rente”. Lembaga Negara seperti Kementrian, Parlemen dan BUMN dijadikan “Sapi Perah” oleh kader-kader Partai Politik dalam rangka menggalang dana politik. Modusnya adalah dengan bermain proyek, mark up pengadaan barang, hingga manipulasi anggaran. Praktek perburuan rente ini sudah berlangsung dari dulu hingga di Pemerintahan Jokowi.

Memasuki Tahun 2018, banyak momentum politik yang harus menjadi perhatian kita yakni Pilkada serentak di 171 daerah dan begitupun dengan persiapan Pemilu Langsung Tahun 2019. Dua momentum politik ini telah menguras energy semua Partai Politik untuk mempersiapkan mesin partai hingga pada akhirnya kebutuhan dana politik yang tinggi.

Sebagai perbandingan pada Pemilu 2014, jumlah dana kampanye Parpol mencapai Rp. 3,1 Triliun dengan Gerindra menghabiskan Rp.435 Milyar, PDIP mencapai 404,73 Milyar, Golkar mencapai Rp.402 Milyar. Sedangkan untuk biaya politik Pilkada (Kota/Kab) dana kampanye mencapai minimal Rp. 5,7 Milyar, biaya tersebut belum termasuk dana belanja pengorganisasian Partai.

Kita bisa membayangkan seberapa besar biaya untuk menggerakan mesin partai di sekitar 33 Propinsi dan 495 kota/kabupaten ketika terjadi momen Pemilu Langsung. Factor inilah yang mendorong partai politik tidak akan berhenti melakukan perburuan rente dengan berbagai cara.

Upeti Parpol dan Rekayasa Window Dressing Marak di lakukan BUMN

Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018 mendatang telah menjadi momentum perburuan rente dari oligarchy politik kekuasaan di lembaga Negara tidak terkecuali BUMN yang memiliki keuangan surplus seperti Pertamina, Telkom Group. Modus yang dilakukan oligarki politik kekuasaan dalam mendapat sumber dana keuangan parpol cepat adalah dengan melakukan tekanan politik kepada pejabat BUMN terkait.

Indikasi pertama adalah bahwa ada upaya dugaan paksaan dan tekanan politik yang dilakukan oligarchy politik kekuasaan kepada sejumlah pejabat di BUMN untuk segera memberikan upeti dalam rangka pembiayaan politik di momentum Pilkada serentak pada 27 Juni 2018 dan tentunya adalah Pemilu 2019. Indikasi kedua adalah terjadinya pertemuan tertutup dari pejabat sejumlah BUMN beberapa waktu lalu hanya khusus membahas tentang rencana memberikan Upeti kepada oligarki Parpol kekuasaan.

Jika dua kutub ini terjadi maka BUMN yang memiliki performa baik seperti Pertamina dan Telkom Group akan menjadi sumber perampokan oligarki kekuasaan politik. Inilah fakta tentang bagaimana oligarky kekuasaan telah membabi buta dalam mengumpulkan pundi pundi keuangan disaat kran keuangan lainnya mampet.

Begitu besarnya tekanan politik kekuasaan menyebabkan hampir semua BUMN seperti Pertamina dan Telkom Group tidak bisa berkutik yang akhirnya mengamini-nya dalam memberikan upeti kepada Parpol. Premis ini tidak ada yang menyangkal. Praktek ini kemudian mendorong pejabat-pejabat BUMN melakukan rekayasa keuangan melalui “Window Dressing” yakni sebuah strategi dalam mempercantik tampilan portofolia laporan keuangan sebelum ditampilkan kepada pemegang saham.

Rekayasa keuangan ini adalah bagian dari upaya menutupi alokasi anggaran diluar biaya belanja perusahaan. Karena porsi permintaan biaya politik tinggi, apalagi momentum PIlkada/pemilu langsung, mau tidak mau sejumlah BUMN melakukan rekayasa keuangan melalui “window dressing”.

Gigih Guntoro
Direktur Eksekutif Indonesian Club

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker