Fahri Hamzah Bandingkan Pemberantasan Korupsi di Korea Selatan dengan di Tanah Air

abadikini.com, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyinggung pemberantasan korupsi saat berkunjung ke Korea Selatan.

Saat berkunjung ke Transparansi Internasional Korea di Seoul, Fahri Hamzah mengatakan bahwa Korea merupakan salah satu negara yang sukses melakukan pemberantasan korupsi.

“Pada sekitar 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi. Namun dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi. Ini yang ingin ketahui prosesnya,” urai Fahri dalam keterangan tertulis, Kamis (29/6/2017).

Fahri membandingkan kondisi tersebut dengan Indonesia, dimana telah berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun selama 15 tahun bekerja belum berhasil menjadikan Indonesia bebas dari korupsi.

Pada kunjungan tersebut, Fahri beserta rombongan disambut Ketua Tranparansi Internasional Republik Korea Mr. Han Beom You.

“Transparansi Internasional inilah yang mengkordinir para aktivitas antikorupsi di Korea. Jadi sangat layak kita kunjungi untuk mengetahui bagaimana mereka menggerakkan civil society dalam memberantas korupsi,” kata Fahri.

Mengawali penjelasannya tentang pemberantasan korupsi di Korea, Han menjelaskan transformasi yang terjadi dalam mindset masyarakat Korea.

“Dahulu orang mengatakan bahwa dengan sedikit korupsi yang kita biarkan, maka itu bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi. Tapi sekarang tidak seorangpun di Korea berfikir seperti itu. Kami menginginkan negara yang benar-benar bebas dari korupsi,” papar Han.

Ia menambahkan bahwa kini masyarakat Korea mengamati seluruh sektor, bahkan hingga kinerja perusahaan swasta.

“Di masa lalu, perusahaan sejumlah perusahaan melakukan kecurangan, dengan menyuap lembaga audit agar kinerja mereka dilaporkan baik. Namun kenyataannya perusahaan tersebut kolaps. Jadi sekarang lembaga audit tidak lagi melakukan hal tersebut,” kata Han.

Dalam penjelasan Han, terungkap bahwa tahun 2002 adalah awal dari dibentuknya peraturan -peraturan anti korupsi.

Kemudian pada tahun 2003, dibentuk lembaga anti korupsi Korea yang disebut KICCAK. Lembaga ini melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi.

Selanjutnya jika hasil investigasi dianggap perlu ditindaklanjuti menjadi ke proses hukum, maka KICCAK memberikan laporan ke Kepolisian.

Mekanisme ini berhasil mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang cukup besar.

Pada tahun 2010 Pemerintah Republik Korea membentuk ACRC (Anti Corruption and Civil Right Commission).

Lembaga ini adalah lembaga anti korupsi yang didukung oleh Pemerintah.

Lembaga baru ini memiliki tiga kewenangan, yaitu penyelidikan, ombudsman dan melakukan peradilan.

Penyatuan ketiga fungsi tersebut saat ini menjadi perdebatan di kalangan aktivis anti korupsi Korea.

Sebagian menginginkan agar fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda-beda.

Sedangkan untuk melakukan kordinasi, dibentuk lembaga yang bersifat independen.

Terkait dengan salah satu kewenangan KPK yang sering digugat oleh Fahri Hamzah yaitu penyadapan, iapun tak lupa menanyakannya pada Transparansi Internasional Korea.

Han pun menjawab secara diplomatis, bahwa kewenangan ACRC saat ini sangat luas. Diantaranya adalah kewenangan penyelidikan.

Karena begitu luas kewenangannya, saat ini sedang direncanakan untuk oleh pemerintah Korea untuk membuat peraturan yang membatasi kewenangan penyelidikan tersebut, untuk selanjutnya dialihkan pada lembaga lain.

Kemudian, Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti korupsi terhadap DPR.

“Di Korea ACRC dan pegiat anti korupsi bekerjasama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor,” ungkap Fahri.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker