Yusril: Pasal Mengenai Penodaan Agama Sudah Pernah diuji Materi dan MK Tolak Selurunya

abadikini.com, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra ungkapkan pasal mengenai penodaan agama sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi untuk dibatalkan oleh sekelompok orang, termasuk Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun, MK dalam Putusannya dengan Nomor 140/PUU-VII/2009 menolak permohonan tersebut untuk seluruhnya.

“Jadi MK berpendapat sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukumnya, di negara yang berdasar Pancasila, di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka keberadaan agama wajib dilindungi dari setiap penyalahgunaan dan penodaan,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/5/2017).

Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini menegaskan, mencabut berlakunya suatu norma undang-undang hanya dapat dilakukan dengan undang-undang atau dengan Perppu, yang tentu akhirnya memerlukan persetujuan DPR  jika ingin dijadikan sebagai UU.

“Kalau UU itu lahir, walau kecil kemungkinannya, mereka yang kontra dapat mengajukan uji materi untuk membatalkan UU tersebut. Dalam keyakinan saya, MK berpotensi untuk menolak permohonan mereka yang selanjutnya akan menetapkan desain bangunannya,” tegas Yusril.

Menurut Yusril dalam Pasal 29 UUD 1945 itu dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kata lain Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

“Karena itu, agama mendapat kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita. Bahkan Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa dan negara kita ini terjadi berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” ujar Yusril.

Mantan Menteri Hukumdan Ham itu memaparkan, Pasal-pasal penodaan agama  bukan hanya ada di dalam Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tetapi juga terdapat dalam UU Nomor 1 PNPS 1965 tentang Larangan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.

“Pasal 156a KUHP yang baru-baru ini digunakan hakim untuk menghukum Basuki Tjahaja Purnama adalah berasal dari UU Nomor 1 PNPS tahun 1965 itu” tutur Yusril.

Yusril menambahkan, keberadaan ketentuan pidana bagi penodaan atau penistaan terhadap ajaran sesuatu agama itu, umumnya juga berlaku di negara-negara sekuler.

“Di Perancis, misalnya, seorang wali kota dituntut ke pengadilan dengan dakwaan penodaan ajaran agama. Di Rusia dan di China juga begitu, padahal mereka negara Komunis,” ungkap Yusril.

Yusril menilai, sangat lah aneh jika ada sekelompok orang mendesak Pemerintah dan DPR untuk mencabut ketentuan tentang penodaan atau penistaan agama, apalagi kegiatan-kegiatan seperti itu makin banyak terjadi akhir-akhir ini, terutama melalui media sosial. (sop.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker